Suara.com - Pandemi Covid-19 turut memaksa sektor pariwisata untuk berubah dan membuat banyak penyesuaian sesuai aturan protokol kesehatan. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat Dedi Taufik, penyesuaian tersebut juga bisa disebut dengan usaha untuk 'naik kelas'.
Dedi mencontohkan wisata Pantai Pangandaran dan Gunung Papandayan yang menjadi salah satu destinasi favorit di Jawa Barat. Menurutnya, Pangandaran dan Papandayan perlu naik kelas dalam pengelolaan destinasi wisata.
Untuk itu ia mendorong dilakukannya wisata dengan banyak konsep salah satunya wisata berkonsep story telling atau bercerita. Konsep tersebut, lanjut Dedi, bisa membantu wisatawan untuk menyalurkan hasratnya selama berwisata.
"Saya kasih saran ke pengelola Pangandaran juga harusnya naik kelas. Jadi pariwisata dikemas dalam sebuah cerita. Jadi, orang mau ke Pangandaran harus jelas. Dia punya tiket dan pastikan mau menginap di mana," kata Dedi ditemui di basecamp Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Senin (17/8/2020).
Seperti halnya berlaku di pendakian gunung Papandayan. Dedi menyampaikan, jika ada pendaki yang tidak memiliki tiket dan tidak membawa tenda bagi yang akan berkemah maka sebaiknya dilarang masuk kawasan wisata Papandayan. "Kita kan mau naik kelas. Kita ingin pasar kita premium. Jadi gak sembarangan yang masuk," katanya.
Ia menyampaikan bahwa tujuan naik kelas itu agar mengurangi tindakan perusakan di lokasi wisata. Kata Dedi, Gunung Papandayan salah satu lokasi wisata yang menjadi korban pengrusakan wisatawan.
"Dulu kan pendakian, naik ke atas itu ukir batu tanda cinta. (Itu) merusak lingkungan. Kalau mau dibikin cerita di atas bikin kaya di luar negeri, pakai gembok yang dibeli dari masyarakat di sini. Jadi ekonomi kreatif. Jadi kalau bener mau berjanji di atas bikin gembok. Story telling ini yang harus dijaga," paparnya.
Tak hanya itu, Dedi juga menyayangkan tindakan mengukir pohon di gunung. Ia menyarankan sebaiknya pengelola menyiapkan tempat khusus juga, misalnya kayu atau pohon yang telah mati untuk diperbolehkan pengunjung mencoret atau ukir sesuatu.
"Bikin aja kayu mana, bikin di mana. Kemudian difilmkan, dibuat filosofinya, bagaimana di papandayan. Ini pariwisata harus ada cerita sendiri. Dikemas dengan sebuah budaya," pungkasnya.
Baca Juga: Pawai Hut Kemerdekaan ke-75 RI Ditengah Pandemi Covid-19
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
6 Fakta Kematian Remaja Perempuan di Mobil Tesla Milik Penyanyi D4vd
-
Profil dan Kekayaan Dony Oskaria, Ditunjuk Prabowo Jadi Plt Menteri BUMN
-
Ratu Tisha Anak Siapa? Dicopot Erick Thohir dari Komite PSSI
-
5 Krim Anti Aging Terbaik untuk Kulit Glowing dan Awet Muda, Wajib Dicoba!
-
Perjalanan Cinta Yurike Sanger dengan Soekarno, Istri Termuda Sang Proklamator
-
Moisturizer dan Krim Siang Apakah Sama? Simak Penjelasan Dokter biar Gak Salah
-
Sifat Zodiak Leo Wanita yang Bikin Terkesan: Karismatik, Percaya Diri, tapi Susah Dibantah
-
Beda Pendidikan Anak Sri Mulyani dan Retno Marsudi yang Lulus Bareng di UI
-
Profil Adwin Haryo Indrawan, Anak Sri Mulyani Resmi Jadi Dokter Spesialis
-
Resep Pajeon Makanan Korea, Ramai Di-recook setelah Drama Bon Appetit Your Majesty