News / Nasional
Selasa, 02 Desember 2025 | 17:08 WIB
Kejagung mencabut pencekalan Dirut PT Djarum, Victor Rachmat Hartono di kasus korupsi pajak. (Grafis Suara.com/Aldie)
Baca 10 detik
  • Kejagung mencabut pencekalan Dirut PT Djarum, Victor Hartono, dalam dua minggu karena alasan sikap kooperatif selama penyidikan.
  • Pencabutan kilat ini memicu tuntutan transparansi dari pakar hukum mengenai indikator konkret "kooperatif" tersebut.
  • Kasus dugaan manipulasi pajak 2016-2020 ini juga mencekal empat orang lain, menyangkut integritas sistem perpajakan nasional.

Nasib Empat Saksi Lain Masih Menggantung

Ironisnya, saat Kejagung dengan tegas mengumumkan pencabutan cekal untuk Victor Hartono, nasib keempat orang lainnya seolah dibiarkan menggantung. Kapuspenkum Anang Supriatna mengaku belum mendapat informasi lebih lanjut mengenai status cekal mereka dari tim penyidik.

"Yang jelas informasi yang saya dapat dari penyidik hanya terhadap bersangkutan dulu ya, itu saja," kata Anang pada Senin (2/12/2025).

Sementara itu, penyidikan kasus ini terus berjalan. Tim penyidik bahkan telah melakukan penggeledahan di delapan lokasi berbeda di wilayah Jabodetabek pada Minggu (23/11/2025), dan berhasil menyita sejumlah aset, termasuk satu unit mobil Toyota Alphard, dua motor gede (moge), serta berbagai dokumen penting yang terkait dengan perkara ini.

Jejak Skandal BLBI di Balik Cekal Bos Djarum, Kenapa Kasus Pajak Ini Begitu Penting?

Victor Hartono [PB Djarum]

Sementara, pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, menyebut pencekalan ini sebagai langkah yang sangat tepat dan wajar.

Menurutnya, ini adalah tindakan administratif yang lazim dilakukan untuk memastikan proses penyidikan berjalan efektif tanpa ada intervensi atau kemungkinan saksi kunci melarikan diri.

“Saya melihat ini sebagai bagian dari prosedur hukum yang harus dihormati,” ujar Hardjuno sebagaimana dilansir kantor berita Antara, Sabtu (29/11/2025).

Namun, di balik kewajaran prosedur tersebut, Hardjuno menyoroti sebuah isu yang jauh lebih fundamental yakni keadilan fiskal.

Baca Juga: Terungkap! Ini Alasan Kejagung Cabut Status Cekal Bos Djarum Victor Hartono di Kasus Pajak

Ia menegaskan bahwa kasus yang menyeret nama besar seperti Djarum harus diproses secara serius karena menyangkut integritas sistem perpajakan nasional dan penerimaan negara. Baginya, tidak boleh ada perlakuan istimewa di mata hukum.

“Tidak boleh ada perbedaan perlakuan antara usaha kecil dan konglomerasi. Kepatuhan pajak adalah pondasi kepercayaan publik,” tegasnya.

Analisis Hardjuno selanjutnya, ia menarik benang merah antara kasus ini dengan pelajaran pahit dari penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan skema obligasi rekapitalisasi pasca-krisis moneter 1998.

Ia mengingatkan, hubungan antara negara dan korporasi di masa lalu telah menyisakan beban fiskal jangka panjang yang ditanggung rakyat akibat minimnya transparansi dan lemahnya pengawasan.

Menurutnya, pengalaman BLBI adalah bukti nyata betapa berbahayanya relasi keuangan antara negara dan korporasi jika tidak dikelola secara terbuka. Risiko moral hazard atau bahaya moral menjadi sangat besar, dan dampaknya terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Dikatakan bahwa pengalaman BLBI menunjukkan, "ketika relasi keuangan negara dan korporasi tidak dikelola secara terbuka, maka risiko moral hazard alias bahaya moral sangat besar."

Load More