News / Nasional
Selasa, 02 Desember 2025 | 18:19 WIB
Ilustrasi Presiden Prabowo kunjungan ke lokasi bencana Sumatra. [Dok. Suara.com]
Baca 10 detik
  • Banjir Sumatra tewaskan ratusan jiwa, pemerintah daerah kewalahan menangani dampak bencana.
  • Publik desak status bencana nasional, namun pemerintah pusat enggan menetapkannya.
  • Keterbatasan anggaran akhir tahun diduga menjadi alasan utama keengganan pemerintah.

Suara.com - Angka 604 jiwa bukan sekadar statistik. Di balik data per Senin, 1 Desember 2025 itu, tersimpan duka mendalam dari bencana banjir dan tanah longsor yang memorak-porandakan Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Dengan 464 jiwa lainnya yang masih hilang ditelan amuk alam, gambaran dahsyatnya bencana hidrometeorologi ini semakin nyata.

Desakan agar pemerintah menetapkan status bencana nasional pun menggema dari berbagai penjuru. Para ahli, aktivis lingkungan, hingga wakil rakyat di Senayan menyuarakan harapan yang sama: Presiden Prabowo Subianto harus segera bertindak.

Namun, bahkan setelah sang kepala negara turun gunung meninjau langsung lokasi bencana, sinyal untuk memenuhi harapan publik itu tak kunjung terlihat. Lantas, mengapa pemerintah pusat tampak ragu menetapkan status bencana nasional? Apa yang sebenarnya menjadi penghalang?

Foto udara kondisi rumah warga yang rusak akibat banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). [Antara/Yudi Manar/nz]

Ketika Daerah 'Mengangkat Bendera Putih'

Hujan deras yang mengguyur tanpa henti selama sepekan memaksa tiga kabupaten di Aceh—Aceh Selatan, Aceh Tengah, dan Pidie Jaya—secara resmi "mengangkat bendera putih". Para bupati mengirimkan surat permohonan bantuan, sebuah pengakuan administratif bahwa mereka tak lagi sanggup menangani bencana sendirian.

“Banjir dan longsor kali ini menimbulkan kerusakan masif. Tidak semua dapat ditangani secara optimal oleh kabupaten karena keterbatasan peralatan dan kapasitas,” jelas Plt Sekda Aceh Selatan, Diva Samudera Putra.

Di Aceh saja, data BNPB mencatat 156 jiwa meninggal dunia, 181 hilang, dan hampir setengah juta orang terpaksa mengungsi. Ketidakmampuan daerah ini menjadi bahan bakar yang menyulut lebih kencang desakan agar status bencana nasional segera ditetapkan.

Greenpeace Indonesia menjadi salah satu yang bersuara lantang.

"Kita terus dorong supaya ini diberikan (status) bencana nasional karena dampaknya luas gitu. Ya (status) bencana nasional ini mendorong pemerintah untuk segera melakukan tindakan yang cepat," ujar Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas.

Baca Juga: Bareskrim Buru 'Hantu' di Balik Tumpukan Kayu Gelondongan Banjir Dahsyat Sumatra

Infografis status bencana sumatra. [Dok. Suara.com]

Seruan serupa datang dari koalisi LBH dan YLBHI Regional Barat. Melalui akun media sosial mereka, lembaga bantuan hukum ini mendesak Presiden Prabowo untuk segera bertindak, menyoroti ratusan korban jiwa, kerusakan infrastruktur masif, dan banyak daerah yang terisolir. "Kemampuan pemerintah daerah terbatas, pemerintah pusat harus hadir," tulis mereka.

Aturan Main di Balik Status Bencana

Menurut pedoman BNPB, status keadaan darurat bencana nasional dapat ditetapkan jika pemerintah provinsi terdampak tidak lagi mampu memobilisasi sumber daya, mengaktivasi sistem komando, dan melaksanakan penanganan darurat awal.

Prosesnya jelas: gubernur harus mengeluarkan pernyataan resmi mengenai ketidakmampuan daerahnya, yang kemudian dikuatkan oleh hasil kajian cepat dari BNPB dan kementerian terkait. Jika terbukti, tanggung jawab penanganan beralih ke pemerintah pusat, dan presiden dapat menetapkan status bencana nasional. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 pun mengatur indikatornya, mulai dari jumlah korban, kerugian materi, hingga dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Namun, respons dari pemerintah pusat terdengar berbeda. Seusai meninjau korban di Tapanuli Tengah, Senin (1/12), Presiden Prabowo merasa situasi sudah membaik dan status darurat bencana daerah sudah cukup.

"Ya kita monitor terus. Saya kira situasi membaik ya. Saya kira kondisi yang sekarang ini sudah cukup ya," kata Prabowo.

Load More