Kementrian Pemberdayaan Perempuan bersama sejumlah organisasi perempuan, seperti Komnas Perempuan dan sejumlah organisasi non pemerintah telah melakukan segala usaha untuk terus mewujudkan persamaan harkat dan martabat kaum perempuan di segala bidang.
Meski begitu, menurut Dwi Ruby K, hingga kini, masih banyak perempuan di Indonesia yang mengalami perlakuan diskriminatif, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga hingga meningkatnya peraturan daerah yang memarjinalkan perempuan. Hal ini, lanjut Ruby, terjadi dikarenakan masih banyak masyarakat yang masih belum memiliki kesadaran atas kesetaraan gender.
"Di dalam birokrasi saja, masih banyak orang yang tidak percaya dan tidak peduli dengan kesetaraan gender. Bahkan mereka melawan, dan menyangkutkan kesetaraan gender dengan membawa-bawa agama. Padahal ini jelas berbeda," ujar Ruby.
Untuk lebih meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan gender, Ruby mengusulkan adanya pendidikan baik di rumah maupun di sekolah. Misalnya, dengan menciptakan suasana belajar yang menghargai kesetaraan gender serta mengkritisi materi-materi ajar yang masih bias gender.
"Pendidikan yang berbasis kesetaraan gender harus ada dalam kurikulum pendidikan kita. Kalau mau serius berubah, pemimpin nasional bisa lakukan cara ini," tegasnya.
Selain itu, para pendidik juga harus diajak untuk lebih berani membuka wawasan tentang kesetaraan gender.
"Mengapa dari bangku sekolah, karena dengan begitu, anak laki-laki dapat diajarkan sejak dini untuk lebih menghormati tubuh orang lain, khususnya tubuh perempuan. Jadi mereka tidak dengan gampang melecehkan sampai memperkosa perempuan," jelasnya.
Cara ini, menurut Rubi, maka sekolah akan menjadi agen perubahan sosial yang merespons secara konstruktif persoalan-persoalan nyata yang sedang dihadapi masyarakat.
"Jadi bukan melalui mata pelajaran, melainkan pembangunan cara berpikir dan bersikap," tegasnya.
Perubahan cara berpikir yang bertumpu pada kesetaraan gender akan mengubah tatanan sosial yang lebih adil dan manusiawi. Ruby menambahkan tanpa perubahan paradigma ini, maka perubahan masif tidak akan terjadi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 5 Bek Kanan Terbaik Premier League Saat Ini: Dominasi Pemain Arsenal
Pilihan
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
-
Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Sri Mulyani: Sebut Eks Menkeu 'Terlalu Protektif' ke Pegawai Bermasalah
Terkini
-
Penampakan Future House yang Diduga Disiapkan Hamish Daud dan Sabrina Alatas
-
5 Sunscreen dengan Kandungan Zinc Oxide untuk Samarkan Flek Hitam dan Bekas Jerawat
-
4th IICF 2025 Sukses Pertemukan 12 Negara, "Semarak Nandak Ondel-Ondel Betawi" Pecahkan Rekor MURI
-
Dari TK hingga SMA, Ribuan Pelajar Siap Bersaing di Kompetisi Matematika IOB 2025
-
Profil Gusti Purbaya dan Jalan Terjalnya, Putra Mahkota Keraton Solo Pasca Pakubuwono XIII Wafat
-
Lebih dari Sekadar Makanan: Bagaimana Kuliner Indonesia Membentuk Pengalaman Wisatawan?
-
Konsultasi Hewan Peliharaan Makin Mudah, Bikin Pemilik Anabul Lebih Tenang dan Terarah
-
Cara Memilih Broker Trading Terpercaya untuk Pemula: Kenali Ciri-cirinya
-
Tren Facelift Meningkat di Usia 20-an: Bukan Lagi Soal Kerutan, Tapi Tekanan Standar Kecantikan
-
5 Rekomendasi Deodorant Aroma Elegan Anti Lebay: Cocok Untuk Hijabers