Suara.com - Banyak orang atau konten kreator memilih menggunakan bahasa yang sensasional untuk membuat kontennya ditonton atau dibaca dan menjadi viral. Tapi menurut hasil penelitian, trik tersebut justru menunjukkan hasil yang sebaliknya.
Lewat sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan peneliti Facebook, ditemukan bahwa konten yang menggunakan bahasa yang 'aman' dan tidak sensasional justru mendapatkan interaksi yang lebih tinggi di media sosial Facebook.
Konten yang termasuk artikel dengan bahasa 'aman' ini, sesuai dengan panduan pencegahan bunuh diri, seperti misalnya menambahkan informasi layanan hotline pencegahan bunuh diri. Konten tersebut biasanya akan memiliki rating pembaca yang bisa bertambah hingga 19 persen.
"Misalnya jika sebuah artikel sebelumnya tidak menyertakan layanan hotline bunuh diri, saat mereka menambahkan informasi tersebut maka peluang artikel tersebut dibagikan oleh orang yang melihatnya di Facebook akan meningkat hingga sebesar 19 persen," ujar Moira Burke, Research Scientist Facebook dalam acara Workshop Panduan Pelaporan Berita Bunuh Diri dan Kesehatan Mental Instagram, Kamis (8/10/2020).
Konten 'aman' itu bagaimana caranya mencegah aksi bunuh diri dan tindak melukai diri sendiri dengan memberikan berbagai pemahaman kesehatan mental, tidak membahas atau publikasi tempat dan metode aksi bunuh diri, terlebih jika bunuh diri dilakukan para pesohor atau publik figur.
Penelitian ini dilakukan CDC untuk memahami dampak pemberitaan bunuh diri di media sosial. Mirisnya ditemukan lebih dari 60 persen artikel berita tentang bunuh diri tidak memberi perlindungan, layanan pencegahan bunuh diri dan bantuan konsultasi kesehatan mental.
Mayoritas konten atau artikel yang ditemukan di Facebook mengandung unsur berbahaya, seperti menyebutkan nama orang yang meninggal 60 persen, menampilkan kata 'bunuh diri' yang mencolok di judul 59 persen, dan menginformasikan detail lokasi bunuh diri 55 persen hingga metode bunuh diri 50 persen.
Penelitian yang dipublikasi di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada 6 Juli 2020 dilakukan dengan cara mengumpulkan 1000 artikel tentang bunuh diri yang paling banyak dibagikan di facebook.
Artikel-artikel ini terbit dalam bahasa Inggris pada 2018, kemudian oleh tim peneliti artikel dievaluasi apakah mengikuti 27 poin panduan yang dibuat para ahli pencegahan bunuh diri, dan apakah menghindari 18 unsur berbahaya dalam artikel.
Baca Juga: Gagal Selamatkan Nyawa Anak 6 Tahun, Dokter Bunuh Diri
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
40 Ucapan Selamat Natal Sopan untuk Atasan, Profesional dan Tulus Menyentuh Hati
-
Makan Anggur di Bawah Meja Saat Tahun Baru, Ritual Sejak 1882 Dipercaya Mengundang Jodoh
-
5 Sepatu Flat Shoes Wanita Branded Murah, Kualitas Premium Harga Kaki Lima
-
10 Rekomendasi Kado Natal dan Tahun Baru yang Paling Berkesan
-
Belanja Penuh Kejutan, Mystery Box Ala Gopang Kini Lagi Hits di Indonesia
-
7 Cara Mengurangi Waktu Bermain Media Sosial Tanpa Terasa Menyiksa
-
Jajan KFC Kini Makin Mudah Pakai Paylater, Cek Caranya Biar Dapat Promo!
-
Cara Menghitung Pace Lari dan Contoh, Kamu Sudah Race atau Masih Easy Pace?
-
Mengenal Dry Brushing: Tren Kecantikan yang Mengubah Kulit Anda!
-
Dokter Estetika Korea: Kulit Sehat Jadi Tren Baru Perawatan Kecantikan, Kenapa?