Suara.com - Hari Kartini yang jatuh pada Rabu (21/4/2021) ini, diperingati atas perjuangan R.A Kartini dalam mewujudkan kesetaraan dan kesempatan bagi perempuan dalam berbagai hal.
Meski demikian, banyak stereotipe menyebut bahwa perempuan tidak boleh berpendidikan tinggi, dan membuat mereka mengurungkan mimpi tersebut. Namun, apa benar perempuan tidak boleh berpendidikan tinggi?
Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan, stereotipe perempuan yang tidak boleh berpendidikan tinggi tidaklah benar.
“Nggak bener saya kira, kalau di tahun 1879 sampai 1904 sudah ada perempuan yang mengatakan pendidikan bagi perempuan itu penting, kenapa di tahun 2021 stereotipe itu masih muncul? Kita lah sebenarnya kaum perempuan yang harus membuktikan bahwa pendidikan itu penting sekali bagi kita,” ungkapnya lewat obrolan bertajuk Mengapa Perempuan Harus Bangga Berkaya? bersama Maudy Ayunda.
Retno Marsudi mengatakan, perempuan perlu diberi ruang yang setara untuk mengejar mimpinya. Baginya, ada choose to challenge dan choose to partner, di mana hak-hak pendidikan perlu tapi jangan sampai lupa dengan keluarga maupun laki-laki.
“Choose to challenge itu mengenai pendidikan dan hak-hak, tapi jangan lupa kita choose to partner dengan keluarga maupun laki-laki. Karena kalau kita tidak mendapat dukungan lingkungan kita, maka nggak mungkin,” ungkapnya.
Hal ini juga dirasakan oleh penyanyi Maudy Ayunda, yang dikabarkan masuk deretan Forbes 30 Under 30 Asia. “Aku emang suka sekolah ya Bu, dan sering sekali ada banyak orang bilang jangan kepinteran, dan ngapain sekolah tinggi, itu masih sering dan itu kaget juga,” curhat pelantun lagu Jakarta Ramai ini.
Hal ini dijawab oleh Retno Marsudi. “Aku malah sebaliknya, jadi Ibuku termasuk bersekolah cukup tinggi. Jadi bukan lulusan universitas, tapi SMEA. Pada saat itu SMEA sudah tinggi. Tentu ada subjek yang berubah di sekolah anak-anaknya, Ibuku ambil kursus yang sama kayak pelajaran anak-anaknya,” jawabnya menanggapi curhatan Maudy Ayunda.
Masih menanggapi curhatan Maudy Ayunda Retno Marsudi masih teringat pesan Ibunya yang masih ia simpan sampai sekarang.
Baca Juga: Hari Kartini, Ketua DPR Sampaikan Peran Penting Perempuan Tingkatkan Budaya
“Jadilah perempuan yang pintar, jadi itu yang selalu terngiang. Dan akhirnya kita ketemu kenapa perempuan harus pintar? Karena sebagian besar pendidikan anak ada di Ibu. Sesibuk-sibuknya Ibu, secara kodrat, pasti punya investasi lebih banyak dalam mendidik anak dibanding Bapak,” pesannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
7 Rekomendasi Parfum Lokal Kunticore, Wangi Semerbak Bunga yang Tahan Lama
-
Tren Baru Gaya Hidup Urban: Olahraga Santai Penuh Warna, Dorong Kebersamaan
-
5 Rekomendasi Sepatu Lari Lokal Senyaman Asics Gel Kayano, Harga Mulai Rp200 Ribuan
-
Tren Dapur Masa Kini: Kenapa Keluarga Muda Kini Lebih Memilih Alat Masak Digital?
-
Benarkah Jin Dasim Sebabkan Perceraian? Ini Faktanya Menurut Literatur Islam
-
Profil Chef Karen Carlotta Pengganti Chef Renatta di MCI Season 15, Dijuluki Queen of Cake
-
Atalia Gugat Ridwan Kamil, Ini 8 Alasan Syar'i yang Membuat Istri Boleh Minta Cerai
-
7 Tanda Wedding Organizer Red Flag, Calon Pengantin Harus Waspada
-
5 Serum Penumbuh Rambut Ampuh dan Aman, Harga Mulai dari Rp40 Ribuan!
-
Apa Saja 4 Jenis Perceraian dalam Islam? Tak Cuma Cerai Talak