Suara.com - Menurut survei Katadata Insight Center (KIC) yang bekerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika serta SiBerkreasi, menemukan setidaknya 30 persen sampai hampir 60 persen orang Indonesia pernah terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya.
Direktur Riset Katadata Insight Center, Mulya Amri mengatakan selain karena kemampuan mengenali hoaks masih rendah, tingkat literasi digital orang Indonesia juga masih belum cukup tinggi.
Apalagi menjelang Pemilu 2024, semakin marak kabar-kabar hoaks yang beredar di media sosial.
Lantas apa yang harus diperhatikan ketika melihat konten yang beredar di dunia maya? Berikut ulasannya.
1. Kredibilitas Sumber/Penerbit Berita
Agar terhindar dari hoaks, sangat penting untuk mengetahui sumber berita yang bisa dipercaya. Berita yang kurang kredibel biasanya tidak transparan soal konflik kepentingan, tidak memberi info tentang asal berita diperoleh/diverifikasi, dan tidak menyediakan link ke sumber info.
Maka dari itu, pastikan selalu cek kebenaran berita dan cari sumber lain tentang berita yang sama untuk memperluas perspektif. Selain itu, lihat informasi dari media yang lebih kredibel, terpercaya, dan independen dengan sumber yang dapat diandalkan.
2. Otoritas Palsu
Dalam sebuah berita narasumber harus memiliki kualifikasi/otoritas untuk berbicara mengenai topiknya. Misalnya seorang ahli bidang tertentu dianggap sebagai narasumber terpercaya meskipun membicarakan topik di luar keahliannya.
Oleh karena itu, harus cek kembali apakah narasumber mempunyai keahlian soal topik yang dibicarakannya dan coba untuk lebih skeptis pas terima informasi dan verivikasi informasinya.
3. Informasi yang Tidak Lengkap
Pada sebuah berita informasinya tak hanya dari satu sisi saja. Biasanya info yang disampaikan hanya potongan fakta yang mendukung dan memperkuat suatu opini.
Hal yang harus dilakukan adalah validasi dan cross-check sumber-sumber lain tentang berita tersebut. Mengecek sumber data dan studi apakah yang dilaporkan hanya bagian tertentu dari keseluruhan studinya atau tidak.
4. Penggunaan Bahasa Emosional
Biasanya dalam sebuah berita terdapat pemilihan kata yang provokatif. Pilihan kata atau frasanya biasanya digunakan secara khusus untuk membangkitkan emosi tertentu bagi pembaca. Oleh karena itu, hati-hati jika sebuah berita mengandung unsur provikasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
30 Link Twibbon Hari Guru Nasional 2025 untuk Diunggah ke Media Sosial
-
25 Contoh Ucapan Hari Guru Nasional 2025, Menyentuh dan Penuh Makna
-
25 Ucapan Hari Guru Nasional dari Murid untuk Konten #TerimaKasihGuruku
-
Bukan Cuma Kasino: Macau Kini Jadi Magnet Event Gastronomi dan Budaya Asia
-
Susunan Upacara Hari Guru Nasional 2025, Ini Aturan Berpakaiannya
-
7 Lipstik Glossy Terbaik untuk Bibir Kering, Melembapkan dan Bikin Wajah Lebih Fresh
-
5 Zodiak yang Rata-Rata Diisi oleh Orang Kaya, Punya Sifat Ulet dan Ambisius
-
5 Rekomendasi Foundation Water Based yang Wudhu Friendly, untuk Makeup Natural Seharian
-
5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
-
5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan