Suara.com - Di ujung timur Indonesia, Raja Ampat berdiri sebagai mahakarya alam yang telah memikat mata dunia.
Gugusan pulau karst, laut sebening kaca, dan keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, menjadikannya destinasi impian bagi pelancong lokal maupun mancanegara.
Namun, kabar terbaru tentang rencana pembangunan smelter nikel di wilayah ini mengusik banyak pihak.
Bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal masa depan pariwisata berkelanjutan Indonesia.
Ya, baru-baru ini Raja Ampat tengah menjadi pusat perhatian nasional dan internasional setelah mencuatnya rencana pembangunan smelter nikel di wilayah tersebut.
Isu ini memicu gelombang protes dari masyarakat adat, pegiat lingkungan, dan para aktivis muda Papua.
Semuanya menyuarakan satu pesan tegas, “Selamatkan Raja Ampat dari Tambang Nikel!”
Tambang di Atas 'Surga'
Selain alamnya yang luar biasa, momen matahari terbit dan terbenam di Raja Ampat juga punya daya magis tersendiri.
Baca Juga: Panduan Snorkeling Ramah Lingkungan: Nikmati Keindahan Laut dan Terumbu Karang Tanpa Merusak
Langit jingga yang memantul di laut tenang, suara alam yang sunyi, dan angin laut yang lembut adalah terapi jiwa terbaik untuk siapa pun yang merindukan ketenangan.
Namun sayangnya, keindahan tersebut terancam dengan aktivitas pertambangan nikel.
Isu tambang nikel di kawasan wisata Raja Ampat kembali mencuat ke permukaan usai aksi damai yang digelar Greenpeace Indonesia dalam ajang Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025.
Aksi ini bertujuan menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas pertambangan dan hilirisasi nikel terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.
Dalam momen tersebut, sejumlah aktivis Greenpeace bersama empat pemuda Papua membentangkan spanduk protes tepat saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, memberikan sambutan.
Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi tambang nikel di tiga pulau di Raja Ampat telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami yang menjadi kekayaan hayati khas wilayah tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
5 Tanaman Pengusir Cicak di Rumah, Aman dan Mudah Ditanam!
-
Gak Perlu Ngopi, Cukup Semprot! 5 Parfum Aroma Kopi Ini Bikin Fokus Seharian
-
7 Rekomendasi Sunscreen yang Water Based untuk Kulit Kering, Langsung Meresap Tanpa Lengket
-
5 Rekomendasi Sunscreen Buat Olahraga: Tekstur Ringan dan Bebas Whitecast
-
Duduk Perkara Banyak Band Cabut dari PestaPora karena Freeport: Tuai Kecewa Hingga Putus Kerjasama
-
Disponsori Freeport, Berapa Harga Tiket Pestapora?
-
Profil Kiki Ucup Promotor Pestapora: 'Dicampakkan' Band Gegara Sponsor PT Freeport
-
Sosok Eko Purnomo: Dikira Penjarah Rumah Sahroni, Ternyata Seniman Mendunia
-
Apa Saja Golden Rules JKT48? Tidak Hanya Dilarang Berpacaran
-
Mengenal Sindrom Patah Hati, Begini Cara Pemulihannya