Suara.com - Salah satu pilar literasi digital adalah berpikir kritis dalam menerima dan menyebarluaskan informasi. Berpikir kritis sangat penting ketika dunia dipenuhi beragam informasi yang hadir susul-menyusul bak tsunami.
Pakar Literasi Digital, Santi Indra Astuti, menjelaskan bahwa berpikir kritis diwujudkan dengan menimbang kebenaran informasi sebelum menerimanya.
"Caranya dengan melakukan periksa fakta, penelusuran pada sumber informasi yang terpercaya, serta melakukan crosscheck atau cross-reference,"ujar Santi.
Cara Melawan Hoaks
Menurutnya, upaya meningkatkan literasi digital untuk melawan hoaks dilakukan dengan beberapa cara, antara lain meningkatkan kecakapan digital masyarakat melalui beragam edukasi, baik formal maupun informal.
"Mengaktifkan agen-agen literasi digital dari berbagai segmen untuk mendeteksi keberadaan hoaks atau informasi yang berpotensi menjadi hoaks. Dan membekali masyarakat sebagai agen literasi digital untuk menyebarluaskan klarifikasi hoaks dan mengedukasi yang lain," bebernya.
Lebih lanjut, dia mengatakan cara melawan hoaks dapat ditempuh melalui beberapa jalur. Pertama (jangka pendek), melokalisir atau mempersempit ruang lingkup hoaks. Hal ini dapat dilakukan dengan klarifikasi secepatnya dan seakurat mungkin. Jangan biarkan hoaks menguasai ‘medan informasi’.
Kedua, mengaktifkan warganet atau anggota grup chat menjadi kelompok periksa fakta yang terlatih untuk menelusuri kebenaran informasi, lalu menyebarluaskan hasilnya.
Ketiga (jangka panjang), melakukan edukasi literasi digital dan kampanye anti hoaks kepada siapa saja, kapan saja. Kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi kunci agar edukasi dan kampanye anti hoaks dapat menjangkau semua lapisan.
"Dan yang keempat dengan cara mengantisipasinya terlebih dulu. Hoaks itu sebenarnya ada yang bersifat musiman, misalnya hoaks menjelang Pemilu, menjelang peristiwa beragama, atau event lain seperti imunisasi," ujarnya.
Baca Juga: Suara.com dan Yoursay Gandeng Bank Jago Ajak Guru Jadi Garda Literasi Digital dan Finansial
"Hoaks seperti ini sudah bisa ditebak, kapan munculnya dan narasinya seperti apa. Misalnya, jika terjadi peristiwa bencana alam, pasti akan disusul dengan hoaks seputar bencana susulannya, dana bantuannya, atau lokasi bencana sejenis. Demikian juga saat Pemilu, demonstrasi, atau peristiwa lainnya," sambung Santi.
Bagaimana Hoaks Menyebar
Ia juga mengungkapkan bagaimana hoaks menyebar secara cepat dan cara melawannya.
"Pertama, pembuat hoaks biasanya ahli dalam memainkan emosi orang. Narasi hoaks pada umumnya men-trigger emosi, sehingga orang mudah terpancing untuk mempercayai, maupun menyebarluaskan," ujar Santi.
Kedua, rendahnya kapasitas literasi masyarakat membuat mereka mudah percaya pada informasi dan jarang melakukan pemeriksaan fakta.
"Ketiga, ada operasi algoritma yang memungkinkan informasi apapun, termasuk hoaks, didistribusikan dengan cepat dan masif oleh media digital, termasuk media sosial," ujarnya.
Santi melanjutkan, hoaks muncul memanfaatkan celah lemahnya sistem informasi, lambatnya arus informasi resmi, dan minimnya informasi dari pihak yang seharusnya memberi keterangan. Dalam situasi vakum seperti ini, jalur informasi diambil alih oleh produsen hoaks.
Berita Terkait
-
Gen Z Mendominasi Dunia Maya, Literasi Digital Jadi Kebutuhan Mendesak
-
Borong Piala Penghargaan, Ini 5 Judul Sinetron yang Melambungkan Nama Aqeela Callista
-
FOMO: Penyakit Generasi Z yang Bikin Stres dan Kehilangan Diri Sendiri
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
-
Profil Aqeela Calista, Aktris Asmara Gen Z yang Raih 4 Piala SCTV Awards 2025
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
Bedak Apa yang Bisa Samarkan Flek Hitam? Ini 5 Pilihan Terbaik yang Bagus dan Murah
-
Terpopuler: Amanda Manopo Jajan Habiskan Rp125 Juta di Ojol, Manfaat LED Face Mask Ashanty
-
5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
-
Ketika Warung Pecel Lele Bertemu Streetwear: Cara Jakarta Merayakan Budayanya Sendiri
-
Sensasi Ngopi Ekstrem di Gelas -86 Derajat: Pahit, Creamy, dan Lembut dalam Satu Tegukan
-
Kalender Jawa 29 Oktober 2025: Weton Rabu Wage, di Antara Sial dan Berkah Menurut Primbon
-
Kelezatan Kuliner Jawa Timur, Ini 5 Hidangan Terbaik yang Tak Boleh Terlewatkan
-
Ashanty Pakai LED Face Mask di Rutinitas Skincare Pagi, Apa Manfaatnya?
-
Fakta-fakta Pakaian Bekas Impor: Dari Mana Asal Negara Baju Thrifting?
-
7 Rekomendasi Day Cream dengan SPF: Melembapkan dan Lindungi Kulit dari Munculnya Flek Hitam