Lifestyle / Food & Travel
Rabu, 10 Desember 2025 | 16:16 WIB
Mawatu di Labuan Bajo. (Dok. Vasanta Group)
Baca 10 detik
  • Mawatu adalah kawasan terpadu di Labuan Bajo yang memadukan arsitektur, ruang publik, dan kehidupan komunitas lokal.
  • Kawasan ini dikembangkan Vasanta Group dengan prinsip keberlanjutan dan tata ruang fleksibel untuk aktivitas harian.
  • Desain Mawatu mengintegrasikan elemen budaya Flores, seperti motif tenun, untuk memperkuat identitas dan interaksi sosial.

Suara.com - Transformasi Labuan Bajo sebagai destinasi kelas dunia kini bergerak melampaui panorama alam dan geliat pariwisata. Di balik pesona laut dan perbukitan Flores, hadir sebuah pendekatan baru yang memadukan arsitektur, ruang publik, dan kehidupan komunitas dalam satu kawasan terpadu bernama Mawatu.

Dikembangkan oleh Vasanta Group, Mawatu hadir sebagai kawasan yang tidak hanya dirancang untuk dikunjungi, tetapi juga dihidupi. Melalui pendekatan arsitektur yang berangkat dari manusia, budaya lokal, dan prinsip keberlanjutan, Mawatu menata ulang cara sebuah destinasi wisata bertumbuh—bukan sekadar indah, tapi juga bernilai jangka panjang.

Sejak awal, Mawatu dirancang sebagai kawasan yang aktif sepanjang hari. Jalur pedestrian yang ramah pejalan kaki menghubungkan area pantai, amphitheater, hingga zona komersial, menciptakan aliran pengunjung yang alami dan berkesinambungan. Tata ruang yang fleksibel memungkinkan kawasan ini beradaptasi dengan berbagai aktivitas, dari siang hingga malam.

Pemilihan material alami, orientasi bangunan terhadap cahaya matahari dan angin, serta integrasi elemen arsitektur berkelanjutan memperkuat efisiensi kawasan sekaligus meningkatkan daya tarik investasi jangka panjang.

“Desain adalah investasi. Setiap keputusan arsitektural di Mawatu diarahkan untuk membentuk pengalaman ruang yang berkualitas sekaligus menciptakan pertumbuhan nilai kawasan,” ujar Heryanto Kurniawan, Direktur Mawatu.

Arsitektur yang Menjadi Ruang Komunitas

Lebih dari sekadar kawasan wisata, Mawatu diposisikan sebagai ruang bertemu komunitas. Amphitheater terbuka menjadi pusat aktivitas publik, mulai dari program Sinema Rakyat hasil kolaborasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta BPOLBF, hingga kelas yoga yang digagas komunitas lokal.

Kawasan street bar pun dihidupkan oleh pelaku UMKM melalui kuliner, seni, dan kerajinan tangan. Setiap ruang dirancang bukan hanya untuk estetika visual, tetapi untuk menggerakkan interaksi sosial, memperkuat jejaring, dan menumbuhkan ekosistem kreatif lokal.

Harmoni Modernitas dan Budaya Flores

Baca Juga: Labuan Bajo Naik Kelas: Mawatu Hadir Sebagai Ikon Gaya Hidup Internasional di Timur Indonesia

Identitas Mawatu kian kuat lewat sentuhan budaya Flores yang terintegrasi dalam desain modern. Salah satunya terlihat pada “Tenun Road”, jalur pedestrian dengan motif tenun ikat khas Flores yang menjadi elemen visual unik kawasan. Kontur bangunan mengikuti bentuk alami perbukitan, sementara penggunaan material berkesan organik membantu kawasan menyatu dengan lanskap Labuan Bajo.

Pendekatan ini tidak hanya menciptakan pengalaman visual yang berbeda, tetapi juga menetapkan standar baru pembangunan berkelanjutan di destinasi wisata premium Indonesia.

“Mawatu dibangun sebagai ruang yang tumbuh bersama masyarakat. Kawasan ini menghidupkan budaya, membuka peluang usaha, dan menghadirkan nilai investasi yang berkembang dari waktu ke waktu,” pungkas Heryanto.

Load More