Lifestyle / Komunitas
Kamis, 25 Desember 2025 | 06:05 WIB
Karya instalasi nativitas berjudul Waving Hope atau Menenun Pengharapan oleh Papermoon Puppet Theatre di Vatikan. (Dok: Istimewa).
Baca 10 detik
  • Karya instalasi nativitas Indonesia berjudul "Waving Hope" dari seniman Maria Tri Sulistyani dipamerkan di Vatikan.
  • Pameran internasional tersebut diadakan di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, pada 8 Desember 2025 hingga 6 Januari 2026.
  • Karya tersebut menampilkan perjuangan ibu penenun NTT dan membawa pesan diplomasi budaya serta perdamaian Indonesia.

Suara.com - Karya dari Indonesia untuk pertama kalinya ikut serta dalam dalam The International Exhibition '100 Presepi in Vaticano' atau '100 Gua Natal di Vatikan' di Vatikan.

Partisipasi Indonesia dalam gelaran ini diwakili lewat karya seniman asal Jogja, Maria Tri Sulistyani dari Papermoon Puppet Theatre.

Tidak hanya menampilkan karya instalasi nativitas tetapi karya itu kemudian direspons lagi dalam bentuk pentas teater boneka.

Pentas teater boneka dilakukan dua kali, salah satunya di KBRI Takhta Suci yang ditonton oleh sejumlah duta besar dan diplomat negera lain seperti Korsel, Rusia, Iran, perwakilan United Nations Women's Guild, para romo, dan umat paroki.

Sebagai informasi, pameran seni yang menjadi rangkaian Jubilee is Culture ini diselenggarakan Dikasteri Evangelisasi di lengan kiri deretan tiang marmer karya maestro Renaisans Gian Lorenzo Bernini (1598–1680) di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, mulai 8 Desember 2025 hingga 6 Januari 2026.

Pameran ini juga menjadi salah satu aspek perayaan Natal Vatikan. Pameran ini adalah tradisi Romawi yang ditampilkan mulai 1976.

Namun di masa kepausan Paus Fransiskus, pada 2018 dipindahkan ke Vatikan dan menyatukan lebih dari 100 diorama Natal dari seluruh dunia.

Karya delegasi Indonesia bersanding dengan 132 gua Natal karya para seniman dari 23 negara lainnya. Seperti Italia, Kroasia, Spanyol, San Marino, Ukraina, Irlandia, Slovenia, Hongaria, Polandia, Estonia, Jerman, Slovakia, Republik Ceko, Austria, Rusia, Amerika Serikat, Kolombia, Taiwan, Venezuela, Filipina, Guatemala, dan Paraguay.

Menenun Pengharapan

Baca Juga: 8 Model Rambut Pria & Wanita untuk ke Gereja Saat Malam Natal 2025

Melalui pameran ini, Maria menampilkan instalasi nativitas berjudul Waving Hope atau Menenun Pengharapan.

Perempuan yang akrab disapa Ria itu mewujudkan karya itu sekaligus sebagai respons atas motto dari Jubileum 2025 yakni 'Peregrini in Speranza' atau 'Peziarah Pengharapan'.

Karya berdimensi 135x135x65 cm itu mengangkat kisah perjuangan para ibu penenun di Mollo, Nusa Tenggara Timur yang merawat alam dan identitas budaya melalui tradisi menenun.

Dalam karyanya, Ria mengibaratkan tangan penopang Keluarga Kudus tak hanya sebagai tangan-tangan yang mendukung dan menemani, tangan para penenun, petani, tangan para gembala, tangan para penjual sayur. Namun ada pula tangan tiga orang majus yang datang dari jauh dan membawakan hadiah.

"Tangan ini juga melambangkan bahwa kebaikan datang jika kita mau memulainya," ungkap Ria, Rabu (24/12/2025).

Nuansa Mollo yang kental dalam karyanya nampak pula dari hadirnya kain tenun dari Mollo yang membalut Keluarga Kudus.

Mollo yang merupakan nama kecamatan di NTT, dapat berarti pula perempuan dari gunung atau orang-orang yang ditugaskan oleh leluhur untuk menjaga batu, mata air, dan hutan.

Dikisahkan Ria, perempuan Mollo menenun selama berbulan-bulan di bawah kaki Gunung Mutis yang ditambang sejak 1999.

Para perempuan Mollo maju ke garis depan, berjuang melawan tambang. Sebab bagi mereka merusak alam berarti mengganggu keseimbangan mereka menjalankan tugas menjaga ruang hidup dan sumber pengetahuan yang sekaligus identitas diri.

"Bagi saya kain tenun ini menjadi lambang perlawanan dan juga upaya manusia untuk melawan keserakahan manusia lain," ujarnya.

Karya instalasi nativitas berjudul Waving Hope atau Menenun Pengharapan oleh Papermoon Puppet Theatre di Vatikan. (Dok: Istimewa).

"Jika saya boleh menggambarkan peristiwa kelahiran Yesus dan melihatnya dengan peristiwa hari ini, Keluarga Kudus hari ini ditemani oleh Mama-mama penenun kain dari Mollo," katanya menambahkan.

Pengingat Bagi Indonesia

Lewat karya instalasinya pula, Ria menyisipkan pesan yang sangat korelatif dengan keadaan di Indonesia sekarang ini, terutama soal alih fungsi hutan.

Menurutnya, hutan yang sedianya menjadi tempat jutaan spesies makhluk hidup tinggal, kini justru dibabat habis dan hanya digantikan oleh tumbuhan satu jenis.

"Bumi yang kita tinggali hari ini, bukanlah tempat hidup yang sedang dalam kondisi baik-baik saja," tegas Ria.

Dia menyampaikan bahwa tak hanya Indonesia, lebih luas lagi, dunia yang ditinggali sekarang ini bukanlah dunia yang tengah dalam keadaan baik-baik saja.

"Hutan-hutan yang sedianya menjadi paru-paru dunia, pepohonan yang memampukan seluruh makhluk hidup untuk bernapas, ditebang habis, digantikan dengan kehadiran alat-alat berat yang membuat lubang ke dalam perut bumi," tuturnya.

Bawa Pesan Perdamaian

Lebih dari itu, momen kali ini terasa spesial mengingat bertepatan pula dengan 75 tahun Hubungan Diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci.

Papermoon Puppet Theatre tidak sendiri dalam menghasilkan karya dalam pameran itu. Ada Program Studi Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pun turut berperan dalam pendalaman konseptual, riset budaya, serta kerangka teologis, dan sosial dari karya instalasi.

"Pilihan Maria untuk menggunakan kain mama-mama dari Mollo, untuk membungkus Keluarga Kudus sungguh merupakan sebuah simbol yang sangat kuat untuk sebuah solidiritas penjelmaan Yesus di Hari Natal," kata Ketua Program Doktor Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma, G. Budi Subanar, SJ.

Menurt Romo Banar, kehadiran persepio 'Weaving Hopes' dalam Cento Presepi in Vaticano menjadi wujud diplomasi budaya, dalam terang iman dalam perayaan Natal kali ini.

Kemudian ada pula Nina Handoko yang memimpin Delegasi Indonesia ke The International Exhibition '100 Presepi in Vaticano'.

Menurutnya dalam pameran ini, Indonesia tidak hanya menampilkan kekayaan seni dan budaya, melainkan turut menegaskan peran penting diplomasi budaya dalam mempererat persahabatan antarbangsa.

"Kami yang berangkat ke Vatikan ini benar-benar bermodal nekad. Para performer sepakat untuk tidak meminta honor atau fee apapun, karena kami semua melihat ini sebagai persembahan tulus untuk Kanak-Kanak Yesus dan untuk Indonesia," kata Nina.

"Semangat pengorbanan dan kebersamaan inilah yang menjadi kekuatan utama kami," sambungnya.

Nina bilang bahwa partisipasi ini bukan hanya soal karya seni. Namun tentang bagaimana Indonesia membawa pesan perdamaian dan harapan ke panggung dunia serta memperkuat ikatan antarbangsa melalui bahasa universal budaya.

"Di momen Natal yang penuh kehangatan ini, kami berharap semangat kebersamaan dan kasih dari Indonesia dapat menyebar ke seluruh dunia, menjadi pengingat bahwa perdamaian dan cinta kasih adalah hadiah terindah yang bisa kita bagikan," harapnya.

Load More