Suara.com - Pasangan yang sedang merasa lapar dan punya kadar gula dalam darah rendah akan lebih cenderung kasar terhadap kekasihnya, demikian diungkap sebuah penelitian terbaru seperti yang dikutip LiveScience, Senin (14/4/2014).
Studi yang digelar oleh para ilmuwan di The Ohio State University itu menemukan bahwa semakin rendah kadar gula seseorang, maka makin tinggi kecenderungannya untuk membentak pasangannya.
"Jika Anda akan membicarakan topik yang berponsi menciptakan perdebatan, pastikan Anda tidak lapar sebelum memulai diskusi itu. Karena mereka yang lapar biasanya mudah marah," kata Brad Bushman, pakar komunikasi dan psikologi yang menggelar penelitian itu.
Penelitian itu melibatkan 107 pasangan sudah menikah. Para peneliti mengukur kadar gula mereka setiap petang selama 21 hari. Setiap responden juga diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan tentang kepuasan mereka dalam pernikahan.
Masing-masing responden juga diberi boneka vodoo yang mewakili pasangan mereka dan 51 paku kecil. Di akhir setiap hari selama riset berlangsung, mereka diperkenankan menusuk boneka itu dengan paku. Jumlah paku mewakili tingkat kemarahan mereka.
Hasil eksperimen itu menunjukkan bahwa mereka yang kadar gulanya rendah akan menikam boneka voddo dengan paku yang jumlahnya dua kali lebih banyak dari mereka yang kadar gulanya lebih tinggi.
Tidak berhenti sampai di situ, para ilmuwan juga menggelar eksperimen kedua yang di dalamnya setiap pasangan diadu satu sama lain dalam permainan ketangkasan di komputer. Dalam permainan itu para pemenang dibolehkan berteriak ke pasangannya yang kalah, yang berada di ruangan lain. Hanya saja mereka tidak tahu jika suami atau istri mereka itu tidak benar-benar mendengar teriakan mereka via headphone.
Hasil eksperimen kedua menunjukkan bahwa orang yang punya level glukosa rendah lebih cenderung berteriak lebih kencang dalam lama, ketimbang mereka yang punya kadar gula lebih tinggi. Mereka yang di eksperimen pertama menusuk bonekanya dengan banyak paku, juga cenderung berteriak lebih kencang dan lama di eksperimen kedua.
Temuan para ilmuwan itu dimuat jurnal PNAS edisi 14 April.
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Spesifikasi Poco M7 yang Masuk Indonesia 10 Oktober, Punya Baterai 7.000 mAh
-
17 Kode Redeem FC Mobile Terupdate 6 Oktober: Raih Pemain 112-113 dan Hujan Gems
-
DJI Mini 5 Pro, Kamera Osmo Nano, dan Mic 3 Resmi Masuk Indonesia, Ini Harganya
-
54 Kode Redeem FF Terbaru 6 Oktober: Klaim Katana Dual Flame dan Grizzly Bundle
-
5 Rekomendasi HP Murah dengan Kamera Stabilizer Mulai Rp 1 Jutaan
-
Helldivers 2 Makan Banyak Ruang di PC Dibanding Konsol, Ini Penyebabnya
-
Luas Es Laut Antartika Catat Titik Terendah Ketiga dalam 47 Tahun
-
Heboh Jatuh di Cirebon! Ini Jadwal Hujan Meteor 2025 di Indonesia Tak Boleh Dilewatkan
-
7 Rekomendasi HP Gaming 1 Jutaan dengan Baterai Paling Awet Tahun 2025
-
Mending Beli iPhone 17 Air Atau iPhone 16e? Pilih Tipis Apa yang Murah?