Suara.com - Rentetan gempa bumi yang terjadi di Nusantara beberapa waktu belakangan , termasuk yang gempa Banten pada akhir pekan lalu, memantik isu dan kepercayaan di tengah masyarakat bahwa gempa di satu tempat bisa menjalar dan memicu lindu di wilayah lain.
Isu ini ditanggapi oleh Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan sebuah tulisannya di Facebook, Minggu (4/8/2019).
"Pasca gempa Banten M 6,9 pada 2 Agustus 2019, kini berkembang berita yang viral di media sosial bahwa akan terjadi gempa besar megathrust berkekuatan M 9,0 dan mereaktivasi sesar aktif Baribis," tulis Daryono.
Sesar Baribis sendiri adalah sebuah sesar aktif yang melintang dari Purwakarta, Cibatu-Bekasi, Tangerang, dan Rangkasbitung. Sesar ini disebut melewati beberapa kecamatan di Jakarta Timur dan Selatan.
Ia kemudian menjelaskan bahwa gejala menjalarnya atau migrasi gempa dari tempat ke tempat lain, secara ilmiah masih sulit diterangkan.
"Hingga saat ini, kita lebih mudah mengkaji aktivitas gempa dalam aspek spasial dan temporal daripada mengkaji perubahan dan perpindahan tegangan (stress) di kulit Bumi. Inilah mengapa sangat sulit menerangkan secara empirik dugaan sebagian orang bahwa gempa saling berhubungan dan dapat menjalar ke sana kemari," beber Daryono.
Ada sebagian pakar berpendapat, terang dia, perubahan pola tegangan regional (regional stress pattern) mungkin dapat menerangkan gejala ini.
"Tetapi nyatanya, hingga saat ini bagaimana memodelkan hal itu masih sulit dilakukan. Namun demikian dalam perkembangan ilmu kegempaan, setidaknya sudah ada 2 teori pemicuan antar gempa, yaitu pemicuan yang bersifat statis (permanen) dan pemicuan yang bersifat dinamik (yang berpindah)," lanjut Daryono.
Pemicuan yang bersifat statis dapat terjadi pada gempa-gempa yang sangat dekat lokasinya. Contohnya adalah munculnya gempa-gempa baru di Lombok di bagian barat dan timur yang diduga kuat akibat pemicuan gempa yang bersifat statis (static stress transfer) dari gempa Lombok M 7,0 yang terjadi sebelumnya.
Baca Juga: Warga Terdampak Gempa Banten Kembali ke Rumah
"Transfer tegangan statis ini berkurang secara cepat terhadap jarak dan disebabkan oleh perpindahan patahan yang permanen," tulis Daryono.
Sementara itu untuk pemicuan dinamis, bisa berkaitan dengan gempa-gempa dekat dan jauh. Transfer tegangan dinamis ini nilainya lebih kecil, berkurang dengan melambat terhadap jarak dan merupakan tegangan yang dibawa oleh gelombang seismik melalui batuan. Konsep pemicuan dinamik ini lebih sering dikaitkan dengan potensi gempa yang dipicu dari jarak jauh.
Karena nilai transfer tegangannya kecil, maka syarat utama yang paling dibutuhkan adalah patahan yang terpicu harus benar-benar berada di titik paling kritisnya, sehingga sedikit saja dicolek oleh perubahan tegangan (yang kecil), patahan langsung memicu gempa.
"Konsep pemicuan dinamik ini sangat rumit dan banyak syarat yang harus terpenuhi, maka bagi mereka yang paham betul ilmu gempa (seismologi) justru semakin berhati-hati, tidak dengan entengnya mengatakan sebuah gempa dapat dipicu oleh gempa lain, apalagi hanya menduga-duga dan mencocok-cocokkan (cocokologi) antara satu gempa dengan gempa lain seolah antara gempa saling berkaitan dan dengan mudah saling picu," jelas Daryono lebih lanjut.
Karena masih sangat sulit menjelaskan secara empiris kaitan antar kejadian gempa yang terjadi, yang pasti seluruh peristiwa gempa akhir-akhir ini terjadi di zona rawan gempa.
"Ini tentu hal biasa dan wajar, sehingga jika ada kejadian gempa yang hampir bersamaan maka itu lebih kepada faktor kebetulan saja," terang dia.
Berita Terkait
-
Terungkap! Ini Biang Kerok Cuaca Panas Menyengat di Indonesia, BMKG Ungkap Faktanya
-
Prediksi Cuaca Hari Ini: Waspada Cuaca Panas dan Potensi Hujan 18 Oktober 2025
-
Indonesia Lagi Gerah-gerahnya, Ikuti Tips Ini Agar Cuaca Panas Gak Jadi Bahaya Kesehatan
-
Sejumlah Daerah Papua Diguncang Gempa 6,6 Magnitudo, Masyarakat Diminta Waspada, Ada Susulan?
-
Cuaca Hari Ini: 5 Provinsi Waspada Hujan Lebat, Jabodetabek Diprediksi Hujan Ringan
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Keluarga Tahan Banting Anti Mogok, Mulai Rp 60 Jutaan
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Oktober: Klaim 16 Ribu Gems dan Pemain 110-113
- Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka? Ratusan Siswa SMAN 1 Yogyakarta Keracunan Ayam Basi
- Jepang Berencana Keluar dari AFC, Timnas Indonesia Bakal Ikuti Jejaknya?
- Muncul Dugaan Kasus Trans7 vs Ponpes Lirboyo untuk Tutupi 4 Kasus Besar Ini
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
-
Kabar Gembira! Pemerintah Guyur BLT Ekstra Rp30 T, 17 Juta Keluarga Baru Kebagian Rezeki Akhir Tahun
Terkini
-
Segini Harga iPhone 17 di Indonesia, Apa Saja Kelemahannya?
-
27 Kode Redeem FF 18 Oktober 2025 Terbaru untuk Atasi Skin Cupu bagi Para Survivor yang Mau Booyah
-
Terungkap! Ini Biang Kerok Cuaca Panas Menyengat di Indonesia, BMKG Ungkap Faktanya
-
15 Kode Redeem FC Mobile 18 Oktober 2025, Kit Spesial hingga Pemain OVR 113 Gratis
-
Rekomendasi 4 HP Android dengan Kamera Bagus Harga Rp2 Jutaan: Hasil Jepretan Bak Gunakan iPhone
-
5 HP dengan Memori 8 GB Harga Mulai dari Rp1 Jutaan: Spek Gahar, Tapi Harga Bersahabat
-
Pemilik HP Xiaomi: Jangan Instal Aplikasi Ini jika Tidak Ingin Kehilangan Fitur Berharga!
-
OPPO Find X9 Series: Era Baru Fotografi Mobile? Pre-Order dan Dapatkan Penawaran Spesial!
-
7 Fakta Penting di Balik Kasus Radioaktif Udang dan Cengkeh di Indonesia
-
Galaxy S25 FE: Smartphone Rp 9 Jutaan dengan Update Software 7 Tahun dan AI Canggih!