Suara.com - Head of New Media Research Center Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Agus Sudibyo meluncurkan buku yang berjudul Jagat Digital, Pembebasan dan Penguasaan.
Dalam kesempatan tersebut, Agus menjelaskan bahwa buku ini tidak dimaksudkan untuk menawarkan sikap antipati terhadap fenomena digital tetapi dimaksudkan untuk menawarkan stimuli diskursus yang bersifat kritis terhadapnya.
"Bukan untuk menolak digitalisasi yang terjadi. Karena harus diakui jika digitalisasi telah memberi banyak manfaat kepada manusia. Tapi, saya ingin mengajak pembaca untuk berpikir strategis tentang posisi Indonesia di tengah arus besar digitalisasi. Di buku ini, saya menawarkan pembebasan sekaligus secara diam-diam menyembunyikan maksud penguasaan, “ ujar Agus, Selasa (17/9/2019) kemarin.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, dalam buku Jagat Digital, Pembebasan dan Penguasaan, juga menelaah secara kritis dimensi-dimensi ekonomi-politik digitalisasi.
Buku ini sekaligus mempelopori kajian kritis terhadap aspek psikologi, psikologi massa, epistemologi dari munculnya media-media baru yang dewasa ini semakin mendominasi kehidupan publik.
“Saya mengajak pembaca untuk memikirkan berbagai fenomena-fenomena digitalisasi dalam tarikan-tarikan yang paradoksal, membebaskan atau membelenggu, memberdayakan atau memanipulasi, memberadabkan atau menggerus keberadaban, memperluas kesempatan atau mendisrupsi. Selain itu saya juga menilai jika media-media sosial itu bukan saja sarana interaksi sosial, melainkan juga sarana komodifikasi, komersialisasi, bahkan sarana surveillance," tambah Agus.
Sementara itu menurut pakar komunikasi Sony Subrata, peluncuran buku karangan Agus Sudibyo ini diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia bahwa media sosial bisa memberikan dampak positif jika digunakan secara baik-baik, namun bisa memberikan dampak negatif jika digunakan tidak semestinya.
“Saya sangat mengapresiasi buku karya Pak Agus Sudibyo. Sebab dalam perjalanannya, Pak Agus telah melakukan risetnya dari berbagai Negara untuk melihat dimensi-dimensi "anti-demokrasi" serta fenomena digitalisasi yang terlanjur melekat dengan terminologi demokratisasi. Semoga buku ini bisa memberikan warna tersendiri bagi masyarakat luas dalam memaknai dampak positif dan negatif dari era digitalisasi," kata Sony.
Baca Juga: Ketergantungan Media Sosial Jadi Toxic, Ini 6 Cara Detoks Paling Ampuh
Berita Terkait
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
Terkini
-
25 Kode Redeem FC Mobile Aktif 23 November: Klaim Pemain OVR Tinggi, Gems, dan Rank Up
-
Komdigi Temukan Situs Coretax Palsu, Mirip Buatan DJP Kemenkeu
-
Komdigi Bidik 60.000 Orang Melek Digital, Lindungi Anak dari Konten Negatif Internet
-
Jelajahi Dunia Digital: Panduan Menggunakan Komputer untuk Semua Usia
-
6 Tempat Investasi Online untuk Pemula, Aman dan Cuan
-
Server MCP Microchip, Jembatan Akses Data Produk ke Tools AI dan LLM
-
5 Rekomendasi Smartwatch Murah untuk Lari, Harga di Bawah Rp500 Ribu
-
Cara Download Gambar dari Pinterest dengan Benar
-
Kenapa Tidak Banyak Orang Kidal? Ini Alasannya menurut Penelitian
-
36 Kode Redeem FF 23 November 2025, Diamond Gratis Hingga Karakter Digimon Cocok untuk Bernostalgia