Suara.com - Dokter di Indonesia sudah mulai memberikan dexamethasone kepada pasien Covid-19. Sementara, penggunaan hidroksiklorokuin akan diteruskan, kendati sejumlah penelitian di luar negeri mendapati obat itu tidak efektif untuk melawan Covid-19.
Dexamethasone, obat dari golongan kortikosteroid, terbukti efektif dalam merawat pasien Covid-19 berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh Universitas Oxford, Inggris.
Obat itu disebut mengurangi risiko kematian dengan rasio satu banding tiga untuk pasien yang menggunakan ventilator, dan satu banding lima bagi mereka yang menggunakan tabung oksigen.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Agus Dwi Susanto, mengatakan dexamethasone belum dimasukkan pada pedoman tata laksana penanganan Covid-19, namun beberapa rekan sejawat sudah menggunakannya pada pasien-pasien dengan kondisi berat, yakni yang membutuhkan terapi oksigen.
Mengenai efektivitasnya, dr. Agus mengatakan: "Secara keseluruhan kita tidak bisa sampaikan hasilnya, tetapi beberapa yang menggunakannya melaporkan ada progres yang baik.
"Kalau pasien itu di awal-awal masuk derajat berat, diberikan. Tapi kalau sudah late atau sudah terlambat, terlihat tidak begitu bagus," jelasnya dalam gelar wicara yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Senin (29/06).
Apa itu dexamethasone dan bagaimana obat ini bisa melawan virus corona?
Adapun bagi pasien dengan kondisi tidak berat, dr. Agus mengatakan dexamethasone "terlihat tidak ada manfaatnya."
Namun ia menekankan bahwa kesimpulan itu baru didapatkan dari segelintir pasien. "Perlu kita lihat nanti penggunaannya pada pasien-pasien yang lebih banyak," imbuhnya.
Baca Juga: Rekor 10 Juta Kasus Covid-19, di Negara Mana Meningkat Pesat atau Menurun?
Sementara itu, para pakar kesehatan belum mencabut penggunaan hidroksiklorokuin dari Protokol Tata Laksana Covid-19 yang diterbitkan lima perhimpunan profesi medis – termasuk PDPI – pada bulan April.
WHO menghentikan uji coba hidroksiklorokuin sebagai obat Covid-19, setelah berbagai penelitian dan telaah – termasuk yang dilakukan di Inggris dan Prancis – menunjukkan bahwa obat itu tidak mengurangi risiko kematian pasien.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, FDA, menarik izin penggunaan hidroksiklorokuin untuk pasien Covid-19 dengan alasan serupa.
Mengapa Indonesia masih menggunakan hidroksiklorokuin?
Dr. Agus dari PDPI mengatakan bahwa berdasarkan hasil evaluasi awal, klorokuin maupun hidroksiklorokuin masih cukup aman digunakan pada populasi di Indonesia. Data-data menunjukkan efek samping obat tersebut ringan dan tidak meningkatkan risiko kematian, ia menambahkan.
Dexamethasone bisa selamatkan pasien Covid-19, kata ilmuwan Inggris BPOM Amerika Serikat cabut izin penggunaan obat anti-malaria untuk pasien Covid-19 Obat remdesivir disebut 'langkah maju terbesar' dalam penanganan pasien Covid-19
Mengenai efektivitasnya, dr. Agus mengatakan studi tentang itu masih berjalan. Namun, sejauh ini Indonesia punya pengalaman yang cukup baik dengan hidroksiklorokuin.
"Preliminary study atau data awal dari PDPI yang ada menunjukkan penggunaan klorokuin maupun hidroksiklorokuin, risiko kematiannya lebih sedikit dibanding tidak menggunakannya. Artinya dia tidak meningkatkan risiko kematian.
"Yang kedua ialah lama rawat terlihat lebih sedikit," ia menjelaskan.
Bagaimanapun, dr. Agus menekankan bahwa hasil ini diperoleh dari data awal. Bila penelitian pada pasien dalam jumlah besar menunjukkan bahwa ternyata hidroksiklorokuin tidak efektif bagi pasien Covid-19 di Indonesia, PDPI akan mengubah rekomendasinya.
Hidroksiklorokuin selama ini digunakan untuk merawat pasien Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang. Menurut PDPI, ada lima syarat yang harus dipenuhi pasien sebelum diberikan hidroksiklorokuin:
Berusia dewasa di bawah 50 tahun Tidak memiliki masalah jantung Pada anak, hanya diberikan dalam kasus berat dan kritis dengan pemantauan ketat Merupakan pasien rawat inap. Hidroksiklorokuin tidak boleh diberikan pada pasien rawat jalan karena ada efek samping yang hanya bisa dipantau di rumah sakit Apabila muncul efek samping, harus langsung dihentikan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah lama memberikan izin edar bagi hidroksikloroquin, kloroquin, maupun deksametason untuk indikasi selain Covid-19. Ketiganya dilabeli sebagai obat keras.
Direktur Registrasi Obat BPOM, dra. Rizka Andalucia, mengatakan bahwa lembaganya memberikan izin penggunaan hidroksikloroquin bagi pasien Covid-19 dalam kondisi darurat. Izin itu disebut Emergency Use Authorisation (EUA).
Ada dua syarat yang ditetapkan BPOM untuk izin tersebut — pertama, harus dilakukan dalam ranah obat uji yang berarti harus ada uji klinik dan pemantauan keamanannya; kedua, hanya digunakan selama masa pandemi.
"Emergency Use Authorisation ini akan dilakukan peninjauan ulang setiap saat, manakala ada data terbaru terkait dengan efektivitas atau khasiat, dan keamanannya, dari hasil penelitian," dra. Rizka menjelaskan.
Ia berkata, memang WHO dan FDA telah menghentikan EUA untuk hidroksiklorokuin berdasarkan penelitian di Inggris; namun kondisi pasien Covid-19 di Indonesia dan dosis yang diberikan pun berbeda. Oleh karena itu, BPOM untuk sementara waktu masih memberlakukan EUA untuk hidroksiklorokuin.
"Penelitian akan jalan ... Nanti data tersebut dianalisis, sesuai dengan kondisi EUA. Setelah hasil penelitian di-publish, sudah ada hasilnya, dan memang menunjukkan ketidakbermanfaatan, tentunya kami akan menghentikan persetujuan tersebut," ujar dr. Rizka.
Koordinator bidang medik dalam tim pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dr. Akmal Taher, mewanti-wanti masyarakat agar tidak menggunakan obat hidroksiklorokuin maupun dexamethasone tanpa pengawasan dokter.
Ia menekankan bahwa masyarakat harus waspada pada efek samping dari obat-obatan tersebut.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, FDA, telah mengeluarkan peringatan bahwa hidroksikloroquin berisiko menyebabkan masalah serius pada detak jantung pasien virus corona, dan melarang penggunaannya di luar rumah sakit atau uji klinis.
"Jangan sampai masyarakat melakukan tindakan yang sebenarnya tidak berkhasiat tapi bahayanya ada efek sampingnya itu yang kita sangat khawatirkan," kata dr. Akmal.
"Dalam keadaan ragu, hubungi website Kemenkes maupun gugus tugas."
Berita Terkait
-
Kata-kata Kapten Timnas Indonesia U-23 Wajib Menang Melawan Korea Selatan
-
Pahala-pahala Dito Ariotedjo ke Timnas Indonesia Selama Jadi Menpora
-
2 Fakta Menarik Jelang Timnas Indonesia Vs Lebanon: Pertemuan Langka, Harga Skuad Jomplang
-
Catatan 3 Laga Terakhir Beckham Putra Ungguli Marselino Ferdinan
-
4 Pemain Andalan Lebanon Absen Lawan Timnas Indonesia, Bakal Menang Mudah?
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
-
Media Asing Soroti 'Tumbangnya' Sri Mulyani, Sebut Gelombang Protes dan Penjarahan jadi Pemicu
-
Usai Sri Mulyani Dicopot, Menkeu Purbaya Didesak Kembalikan Kepercayaan Publik
-
Sri Mulyani Dicopot jadi Berita Baik
Terkini
-
4 Pilihan HP Murah Rp1 Jutaan RAM 8 GB Terupdate September 2025, Spek Dewa
-
Penampakan Xiaomi 16 Pro Max Beredar, Dirumorkan Usung Layar Sekunder
-
Sudah Punya Akun SSCASN 2024: Apakah Harus Buat Baru untuk CPNS Terbaru?
-
4 Rekomendasi HP Murah Desain Mewah Mirip iPhone, Terbaru September 2025
-
Oppo A5i Pro 5G Lolos Sertifikasi di Indonesia, HP 5G Murah dengan Baterai Jumbo
-
Deretan Aplikasi AI untuk Bikin Foto Miniatur, Lengkap dengan Prompt Sederhana
-
5 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Rp 2 Jutaan Terbaik September 2025
-
Cara Ubah Wajah pada Video Pakai AI, Langkah Praktis untuk Pemula
-
Terungkap! Detail Baterai iPhone 17: Air, Pro, Pro Max, dan Versi Standar, Ada yang 5000 mAh
-
Perbandingan Spesifikasi Redmi 15C vs Redmi 14C, Bagus Mana?