Suara.com - Sebuah tim dari Universitas Cambridge mengembangkan teknik "murah" untuk melihat ke dalam baterai lithium-ion dengan cara yang tidak mungkin dilakukan sampai sekarang.
Metode yang diterbitkan dalam jurnal Nature, belum lama ini, memungkinkan para peneliti mengidentifikasi "batas kecepatan" untuk siklus pengisian baterai.
Kemudian, dilansir laman Independent, Senin (28/6/2021), mereka mencari cara untuk memaksimalkan potensinya.
“Kami menemukan bahwa ada batas kecepatan yang berbeda untuk baterai lithium-ion, tergantung pada pengisian atau pemakaiannya,” kata Dr Ashkay Rao dari Laboratorium Cavendish Cambridge, memimpin penelitian.
Saat mengisi daya, dia menambahkan, kecepatannya tergantung pada seberapa cepat ion lithium dapat melewati partikel bahan aktif.
Saat pemakaian, kecepatannya tergantung pada seberapa cepat ion dimasukkan di tepinya.
"Jika kita dapat mengontrol dua mekanisme ini, itu akan memungkinkan baterai lithium-ion untuk mengisi daya lebih cepat,” katanya.
Baterai lithium-ion ditemukan dalam segala hal, mulai dari elektronik portabel hingga kendaraan listrik.
Meskipun begitu, beberapa faktor pembatas tetap ada yang memperlambat transisi ke dunia bebas bahan bakar fosil.
Baca Juga: Apple Gandeng Pemasok Baterai Mobil Listrik Asal China untuk Pengembangan Kendaraan?
Waktu pengisian daya yang lambat dan kepadatan energi yang rendah dibandingkan dengan alternatif seperti bensin, dapat membuat pengguna frustrasi.
Sementara hanya meningkatkan transfer energi, dapat menyebabkan mereka menjadi terlalu panas atau meledak.
Untuk mengatasi masalah ini dan memaksimalkan potensi baterai lithium-ion, para peneliti Cambridge mengembangkan teknik mikroskop optik yang disebut hamburan interferometrik.
Ini memungkinkan mereka mengamati transisi fase dalam siklus pengisian-pengosongan dan memahami seberapa cepat mungkin untuk melakukannya.
Cara-cara sebelumnya untuk mengamati kerja bagian dalam baterai lithium-ion, melibatkan teknik yang mahal dan memakan waktu seperti sinar-X sinkrotron atau mikroskop elektron.
“Teknik berbasis lab yang kami kembangkan ini menawarkan perubahan besar dalam kecepatan teknologi, sehingga kami dapat mengikuti cara kerja baterai yang bergerak cepat,” kata rekan penulis Dr Christoph Schnedermann dari Cavendish Laboratory.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
5 HP RAM 16 GB Rp2 Jutaan, Murah tapi Spek Gahar Kecepatan Super
-
Motorola Edge 70 Tersedia di Pasar Asia: Bodi Tipis 6 mm, Harga Lebih Murah
-
Mengatasi Tampilan Terlalu Besar: Panduan Mengecilkan Ukuran di Komputer
-
Deretan Karakter Game di Film Street Fighter 2026: Ada 'Blanka' Jason Momoa
-
51 Kode Redeem FF Terbaru 15 Desember 2025, Klaim Dream Dive Animation Gratis
-
Spesifikasi Oppo Reno 15c: Resmi dengan Snapdragon 7 Gen 4, Harga Lebih Miring
-
21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 15 Desember 2025, Klaim Desailly OVR 105 Gratis
-
8 Tablet Murah Terbaik untuk Kerja Desember 2025, Mulai Rp1 Jutaan!
-
Bye-Bye Wi-Fi! 5 Tablet RAM 8GB Terbaik Dilengkapi dengan SIM Card, Kecepatan Ngebut!
-
Baru Rilis, Game Where Winds Meet Sudah Tembus 15 Juta Pemain