Suara.com - Para ahli dari Tim Riset dan Analisis Global (GReAT) Kaspersky mengungkapkan, tren teratas yang harus diwaspadai pada 2022 di Asia Tenggara.
Masa pandemi bertepatan dengan munculnya serangan ransomware yang ditargetkan di seluruh dunia, berfokus pada sektor paling kritikal serta bisnis yang sensitif terhadap gangguan.
Dilansir dari keterangan resminya, Kamis (13/1/2022), para ahli Kaspersky percaya bahwa jumlah serangan semacam itu akan berkurang selama 2022.
“Inisiasi awal dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), yang melibatkan FBI, dan keapabilitas ofensif Komando Siber AS," kata Vitaly Kamluk, Direktur Global Research & Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik di Kaspersky.
Kaspersky mengantisipasi bahwa serangan tersebut mungkin dapat muncul sewaktu waktu, fokus menyerang negara-negara berkembang dengan kemampuan investigasi siber minimal atau negara-negara yang bukan sekutu AS.
Layanan hosting yang tersedia secara luas yang ditawarkan oleh negara-negara seperti Singapura dan Malaysia, layanan dan infrastruktur pusat data masih dapat disalahgunakan oleh kelompok ransomware bertarget.
Penipuan Online Tingkat Lanjut dan Rekayasa Sosial
Salah satu karakteristik warga negara berkembang adalah keingingan mendapatkan perasaan aman.
Hanya saja, lebih sulit menemukan infrastruktur yang tidak terlindungi atau pengguna yang terinfeksi di negara-negara berkembang.
Baca Juga: Kumpulkan Selfie Selama 5 Tahun, Ghozali Sukses Jual Fotonya lewat NFT
Inilah sebabnya mengapa penyerang lebih mengutamakan serangan yang berfokus pada non-teknologi, eksploitasi kerentanan manusia.
Kemudian, melibatkan segala jenis macam rekayasa sosial melalui SMS, panggilan telepon otomatis, pengirim pesan populer, jejaring sosial, dan lain-lain.
Jumlah laporan scam terus meningkat dari tahun ke tahun menurut Kepolisian Singapura:
- Pada 2021, bertambah 16 persen
- Pada 2020, bertambah 108,8 persen
- Pada 2019, bertambah 27,1 persen
- Pada 2018, bertambah 19,5 persen
Ini juga relevan dengan negara-negara lain di kawasan ini. Di Thailand, hampir 40.000 orang menjadi korban penipuan online.
Korban ditunjukkan dengan transasksi tidak dikenal dari rekening bank dan kartu kredit mereka.
Scammers juga menggunakan situs bank palsu untuk mencuri rincian perbankan Malaysia tahun lalu.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
Terkini
-
Prediksi Cuaca Hari Ini 20 November, BMKG: Waspada Hujan & Angin di Berbagai Wilayah Indonesia
-
Perdana, Bocoran vivo X Fold6 dan Jadwal Peluncurannya
-
Dari Kasir ke Dashboard: Semua Data Bisnis Kini Mengalir Otomatis dalam Satu Ekosistem Digital
-
30 Kode Redeem FF Terbaru 20 November 2025, Raih Emot dan Skin Groza Gratis
-
HyperOS 3 Hadir dengan 2 Versi: Android 15 dan Android 16 Tapi Ada Fitur yang Hilang, Upgrade?
-
5 HP Foldable dengan Layar Besar, Solusi untuk Produktivitas dan Streaming
-
Keren! Dosen Polines Ajak Petani Demak Bertani Pakai IoT, Wujud Nyata Program Diktisaintek Berdampak
-
23 Kode Redeem FC Mobile 20 November 2025, Dapatkan Paket Glorious 106-113 dan Rank Up
-
Panduan Lengkap Menghubungkan Laptop Windows dan Mac ke Monitor Eksternal, Ini Langkah-langkahnya
-
Baru Rilis, ARC Raiders Kalahkan Battlefield 6 Dua Pekan Beruntun di Steam