Tekno / Sains
Senin, 24 November 2025 | 09:56 WIB
Ilustrasi warna bola mata, salah satu bagian tubuh manusia yang mengalami evolusi, yang secara genetik terwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya (Pexels)

Sementara suku Turkana di Kenya memiliki adaptasi genetika yang membantu tubuh mereka bertahan tanpa air dalam waktu lama—sesuatu yang bisa merusak ginjal pada manusia lain. Semua contoh ini menunjukkan bahwa cara makan dan lingkungan tempat tinggal dapat memengaruhi arah evolusi manusia.

Evolusi dari Penyakit

Manusia juga terus berevolusi melalui interaksi dengan penyakit. Salah satu kasus paling terkenal adalah wabah pes pada abad ke-14, yang menewaskan sekitar sepertiga populasi Eropa.

Mereka yang bertahan hidup diketahui memiliki gen yang memberi perlindungan alami terhadap penyakit tersebut, dan perlindungan itu kemudian diwariskan ke generasi berikutnya.

Dalam beberapa dekade terakhir, pandemi seperti COVID-19 kembali menunjukkan bagaimana gen dan imunitas dapat memainkan peran besar dalam kelangsungan hidup populasi.

Sebagian orang memiliki resistensi alami terhadap penyakit tertentu. Peneliti menilai bahwa seiring waktu, resistensi ini mungkin menjadi lebih umum dalam populasi manusia.

Evolusi Belum Berakhir

Menurut Little, mengutip Science Alert (24/11/2025), meski manusia kini hidup dengan teknologi dan fasilitas modern, evolusi tidak berhenti.

Lingkungan terus berubah, begitu juga tantangan biologis yang dihadapi manusia seperti pola makan baru, paparan sinar matahari, urbanisasi, serta penyakit baru. Semua faktor ini menjadi pemicu evolusi biologis generasi mendatang.

Baca Juga: Seberapa Cepat Evolusi Bekerja? Bisakah Terjadi dalam Semalam?

Penelitian ini menyimpulkan bahwa evolusi tidak selalu berjalan drastis atau terlihat jelas dalam satu kehidupan individu. Proses tersebut terjadi dalam rentang waktu panjang dan perlahan membentuk karakteristik manusia dari generasi ke generasi.

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

Load More