Bola / Bola Indonesia
Jum'at, 19 Desember 2025 | 14:16 WIB
Ketua PSTI Ignatius Indro.
Baca 10 detik
  • PSTI menyebut tahun 2025 sebagai periode kegagalan total bagi Timnas Indonesia di berbagai ajang.

  • Kepemimpinan PSSI dikritik karena dianggap lebih mementingkan pencitraan politik daripada membangun pondasi sepak bola.

  • Suporter menuntut evaluasi menyeluruh dan pembuatan roadmap transparan demi masa depan sepak bola nasional.

Suara.com - Tahun 2025 bisa dikatakan menjadi salah satu babak paling miris dalam sejarah sepak bola nasional, Timnas Indonesia. Banyak kegagalan dialami oleh tim Merah Putih.

Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro, dalam refleksi akhir tahun menegaskan bahwa 2025 adalah tahun yang menyedihkan sekaligus memalukan bagi sepak bola nasional.

“Gagal lolos ke Piala Dunia 2026, Timnas U-23 gagal ke Piala Asia, dan kembali gagal di SEA Games 2025. Ini bukan kebetulan," kata Ignatius Indro dalam keterangannya.

"Ini adalah akumulasi kegagalan struktural dan kepemimpinan PSSI yang tidak pernah serius membangun sepak bola Indonesia,” jelasnya.

Menurut Indro, suporter tidak bisa terus-menerus dijadikan sasaran pelampiasan emosi, sementara akar masalah justru dibiarkan.

Ia menekankan bahwa para pemain dan pelatih menjadi korban dari kebijakan PSSI yang tidak memiliki arah jangka panjang.

“Kita terlalu sering mengganti pelatih, memaksakan target instan, tetapi tidak pernah punya roadmap sepak bola nasional yang jelas."

"Pembinaan usia muda jalan di tempat, liga tidak kunjung sehat, dan kompetisi tidak menjadi fondasi tim nasional,” ujarnya.

Indro menyebut bahwa kegagalan Timnas U-23 di SEA Games 2025 menjadi simbol rapuhnya sistem pembinaan, karena ajang tersebut seharusnya menjadi panggung regenerasi dan masa depan Timnas senior.

Baca Juga: Kapten Thailand Bongkar Taktik Jelang Final Voli SEA Games 2025 Lawan Indonesia

Dalam refleksi tersebut, PSTI juga menyoroti keras kepemimpinan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, yang dinilai lebih menonjolkan pencitraan politik dibandingkan membangun fondasi sepak bola nasional secara serius.

“PSSI hari ini lebih terlihat sebagai panggung politik pribadi. Sepak bola dijadikan alat pencitraan, bukan ruang pembenahan," tegasnya.

"Tidak ada roadmap sepak bola yang transparan, terukur, dan bisa diaudit publik, untuk itu lebih baik Erick Thohir mundur dan evaluasi total, termasuk statuta yang ada, yang menutup kesempatan orang-orang yang memiliki integritas dan mencintai sepak bola masuk ke dalam federasi,” kata Indro.

Ia menilai berbagai aktivitas seremonial, kunjungan, dan narasi optimisme yang disampaikan ke publik tidak sejalan dengan hasil di lapangan.

“Kalau semua hanya soal pencitraan, maka hasilnya adalah kegagalan seperti yang kita alami sepanjang 2025. Sepak bola tidak bisa dibangun dengan slogan dan kamera,” tambahnya.

PSTI menegaskan bahwa suporter Timnas Indonesia bukan musuh PSSI, melainkan mitra kritis yang ingin sepak bola nasional maju secara berkelanjutan.

Load More