Suara.com - Wacana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mau awasi konten digital seperti yang disajikan YouTube misalnya, bikin gaduh belakangan ini. Ada yang menolak keras, ada pula yang setuju.
Mereka yang kontra menilai KPI terlalu serakah ingin menjalani fungsi pengawasan. Sebab, tugas KPI memonitor penyiaran televisi dan radio juga dianggap belum berjalan maksimal.
Ini memang baru sekadar wacana. Jika ingin mengawasi, KPI harus lebih dulu punya payung hukum untuk melakukannya. KPI juga sudah mengakui itu.
Eka Gustiwana jadi salah satu kreator konten YouTube ( YouTuber) yang menolak keras wacana KPI. Kata dia, bila tujuannya ingin menyelamatkan moral anak bangsa, caranya bukan dengan mengawasi konten digital.
"Justru yang harus diedukasi adalah dari lingkaran kecil keluarga, bukan dengan disensor, tayangannya disensor. Karena dia bisa mencari tayangan di media lain, sensor itu tidak membantu," kata Eka Gustiwana kepada SUARA.com.
Eka malah khawatir pengawasan terhadap YouTube berujung pada pemblokiran seperti yang dialami Vimeo, layanan video mirip YouTube. Akibatnya, kata dia, orang kehilangan satu platform digital yang dinilai bisa berikan manfaat.
"Pemerintah pernah mensensor Vimeo bahkan menutup aksesnya. Padahal banyak hal yang saya pelajari di situ. Akhirnya banyak orang seperti saya ini mau belajar sesuatu di Vimeo itu tidak bisa lagi sekarang," ujarnya.
Eka sadar konten yang dibuat selama ini memang aman-aman saja. Tapi bukan berarti, dia setuju dengan upaya pembatasan berekspresi dan berkreasi.
"Ada temen-temen yang lain kontennya sensitif tapi bagus buat memberikan informasi tapi akhirnya terbatasi, kan sayang," kata Eka.
Baca Juga: Liputan Khusus: Bau Ikan Asin Menyengat, Artis Terpikat
"Kalau kebebasan berekspresi bakal disensor, itu nggak bagus juga. Kita bukan bergerak maju tapi bergerak mundur. Di saat orang-orang sudah memikirkan bagaimana bikin teknologi yang bagus, kita masih meributkan apakah ini pornografi atau tidak. Menurut saya itu one step back, itu bahaya buat Indonesia," katanya lagi.
Kekhawatiran Eka soal sensor atau blurring ini sebetulnya sudah diklarifikasi oleh KPI. Ketua KPI Agung Suprio pernah mengatakan lembaganya tak mungkin melakukan sensor terhadap tayangan yang dianggap melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
KPI masih mendiskusikan teknis pengawasan dengan perwakilan media digital seperti YouTube.
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Luar Dugaan, Wendi Cagur Ungkap Nicholas Saputra Teman Dekat dengan Bopak Castello
-
Lineup Lengkap Big Bang Festival 2025/2026 Bocor: Ada Dewa 19, Tulus, sampai Weird Genius!
-
Agak Laen Terancam Digusur Avatar, Bene Dion Pasrah tapi Berharap Mukjizat
-
Tampil usai Ibu Meninggal, Raisa Terisak di Panggung: Ini Hal Terberat yang Pernah Aku Alami
-
CGV Rilis Promo Combo Merchandise Avatar: Fire and Ash, Harga Mulai Rp149 Ribu
-
Merinding! Sule Didatangi Almarhumah Mantan Istri, Kasih Petunjuk Mengejutkan soal Pacar
-
Meriah! Soundrenaline Sana Sini 2025 Palembang Hadirkan The Lantis hingga Jason Ranti
-
Virgoun Berniat Ambil Hak Asuh Anak dari Inara Rusli, Malah Dicibir: Awalnya dari Elu
-
Sinopsis Street Fighter: Nostalgia Game Legendaris Bertabur Bintang
-
Specta UB Phoria 2025: Galang Donasi Bencana hingga Hadirkan Pasha Ungu dan Dimas Senopati