Entertainment / Gosip
Kamis, 09 Oktober 2025 | 17:37 WIB
Dimas Anggara [Instagram]
Baca 10 detik
  • Fiqih Alamsyah datangi polisi, tagih kejelasan kasus pengeroyokan tahun 2017.

  • Polisi tidak memberikan kepastian, hanya berjanji akan menindaklanjuti kasusnya kembali.

  • Korban lebih trauma pada sistem hukum yang abai daripada pengeroyokan.

Suara.com - Tujuh tahun berlalu tanpa kejelasan, Fiqih Alamsyah, yang mengaku sebagai korban pengeroyokan Dimas Anggara dan rekan-rekannya, akhirnya mendatangi Polsek Cilandak, Jakarta Selatan.

Tujuannya jelas, untuk bertanya kelanjutan kasusnya.

Kedatangan Fiqih Alamsyah menjadi puncak kegelisahan setelah kasus yang dilaporkannya pada 2017 silam seolah jalan di tempat.

Setelah pertemuan itu, Fiqih Alamsyah mengatakan, hasilnya belum memuaskan.

Ia hanya mendapatkan penjelasan, kasusnya akan ditindaklanjuti, namun tanpa linimasa yang pasti.

"Di dalam tadi ketemu bapak polisi, namanya siapa saya lupa, intinya nanti dijelasin lagi mengenai kelanjutannya," ujar Fiqih Alamsyah di Polsek Cilandak, Jakarta Selatan pada Kamis, 9 Oktober 2025.

Dimas Anggara di Plaza Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (20/10/2022) [Suara.com/Rena Pangesti]

Bagi Fiqih Alamsyah, jawaban tersebut masih terlalu mengambang.

Baginya, polisi juga tidak memberikan kepastian yang dicari selama ini.

"Artinya, kesimpulannya sampai sekarang belum ada kelanjutan ke depannya seperti apa. Tidak ada kejelasan, gitu," sambungnya.

Baca Juga: Senasib dengan Kiesha, Ananta Rispo Curhat Sering Digampar Saat Syuting: Gue Viralin Juga Kali Ya

Fiqih Alamsyah menyayangkan sistem hukum di Indonesia seolah abai terhadap nasibnya sebagai korban. Terlebih kasus ini sudah bergulir selama tujuh tahun.

"Ini memprihatinkan ya. Jadi kita yang katanya hidup di negara hukum, tapi dengan kondisi 7 tahun saya menunggu tanpa kepastian hukum, ini sangat memprihatinkan," keluhnya.

Rasa trauma atas kejadian pengeroyokan itu masih ada, tetapi Fiqih Alamsyah mengaku ada trauma yang lebih besar.

Menurutnya, trauma terberat justru datang dari sistem hukum yang tidak kunjung memberinya keadilan, membuatnya merasa seperti lelucon.

"Trauma oke, trauma iya. Cuman lebih trauma lagi kalau saya tidak mendapatkan kepastian hukum. Itu yang paling trauma," tegasnya.

"Makanya sekelas kita, katanya hukum kita tuh no viral no justice, kan begitu. Ini sudah viral, tetap aja enggak ada justice. Gimana tuh? Kan lucu kan jadinya kan. Ini lucu sekali sebenarnya," pungkas Fiqih.

Load More