Entertainment / Gosip
Rabu, 26 November 2025 | 13:19 WIB
Chicco Jerikho (Instagram/chicco.jerikho)
Baca 10 detik
  • Video warga merusak pos dan menolak relokasi di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, menjadi viral
  • Chicco Jerikho bereaksi dengan mencolek Menteri Kehutanan dan menuntut TNTN dikembalikan sesuai fungsinya sebagai hutan lindung
  • Konflik terjadi karena 40.000 hektare TNTN telah berubah menjadi perkebunan sawit ilegal, menyebabkan degradasi parah dan penurunan populasi gajah sumatera

Suara.com - Media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan beredarnya sebuah video yang memperlihatkan situasi memanas di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.

Dalam rekaman tersebut, terlihat sekelompok warga mengamuk, menolak upaya relokasi hingga nekat merusak fasilitas negara.

Aksi warga yang terekam kamera itu memperlihatkan detik-detik perusakan plang pos jaga.

Tak hanya itu, massa juga mendesak Satuan Tugas (Satgas) untuk segera angkat kaki dari lokasi tersebut. Sontak, video ini memicu pro dan kontra di kalangan warganet.

Keriuhan ini rupanya tak luput dari perhatian aktor sekaligus aktivis lingkungan, Chicco Jerikho. Dikenal vokal menyuarakan konservasi gajah, Chicco langsung bereaksi keras melihat kondisi tersebut.

Melalui kolom komentar di unggahan akun Instagram resmi Balai Taman Nasional Tesso Nilo (@btn_tessonilo), suami Putri Marino ini langsung "mencolek" Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, untuk meminta kejelasan.

"Ini gimana ya Pak @rajaantoni," tulis Chicco Jerikho dikutip pada Selasa, 25 November 2025.

Tak berhenti di situ, bintang film Filosofi Kopi ini juga mengunggah foto dirinya yang sedang berpose bersama seekor gajah.

Dalam keterangan fotonya, dia menegaskan tuntutannya agar fungsi hutan lindung dikembalikan sebagaimana mestinya demi kelangsungan ekosistem.

Baca Juga: Chicco Jerikho Siapkan Kejutan Setiap The Actors Cetak Point di Pertandingan Bahkan Voli 3

"Kembalikan @btn_tessonilo sesuai dengan fungsinya," tegas Chicco.

Konflik ini bermula dari upaya pemerintah melakukan penertiban di kawasan TNTN.

Warga setempat menolak keras untuk direlokasi dengan alasan mereka telah mendiami dan mengelola lahan tersebut sejak akhir tahun 1990-an.

Mereka bahkan mengklaim memiliki bukti kepemilikan yang sah dan masuk ke wilayah itu secara legal.

Di sisi lain, pemerintah pusat memandang penertiban ini mendesak dilakukan karena besarnya skala perambahan hutan.

Kementerian Kehutanan mencatat data yang mencengangkan, di mana sekitar 40.000 hektare kawasan TNTN telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.

Load More