Suara.com - Banyak negara sudah mulai melonggarkan pembatasan. Bahkan, di Italia beberapa toko dan restoran sudah mulai buka kembali. Sedangkan di Indonesia, pemerintah akan mulai menjalankan skenario tersebut pada awal Juni.
Seolah-olah ini adalah kabar baik, tetapi kembali ke keadaan normal tidak sesederhana kelihatannya. Terutama 'kembali' dari sebuah pandemi yang menewaskan ratusan ribu orang di seluruh dunia.
"Meskipun pembatasan dicabut, saya akan tetap tinggal (di dalam rumah)," kata seorang ilustrator Rebecca Hendin (31) kepada Independent.
Alasannya, karena ia masih cemas dengan risiko kebersihan dan fisik pada waktu normal.
"Jadi bagi saya, virus corona telah memberi saya tingkat kecemasan selanjutnya. Jadi saya cukup banyak tinggal di dalam sampai selesai, bahkan jika itu berarti untuk waktu yang sangat lama," sambungnya.
Rebecca bukan satu-satunya orang yang akan merasakan hal ini.
Sebuah survei Ipsos Mori yang terbit pada 1 Mei menemukan lebih dari 60% warga Inggris merasa tidak nyaman dengan gagasan untuk pergi ke restoran, pertujukan, acara olahraga, atau menggunakan transportasi umum ketika lockdown dicabut.
Kurang dari setengahnya (49%) dari mereka yang saat ini bekerja, mereka nyaman untuk kembali bekerja.
Kecemasan untuk kembali hidup setelah lockdown membentuk bagian dari kondisi psikologis yang lebih luas, yang dikenal sebagai 're-entry anxiety', kata Marc Hekster, konsultan psikolog di The Summit Clinic di London.
Baca Juga: Ramai Pemudik Tiba di Pelabuhan, Warganet: Pembatasan Sosial Bohong Besar
"Ini adalah ketakutan akan hal yang tidak diketahui dan hilangnya periode keamanan yang diciptakan oleh penguncian paksa di rumah kita," jelasnya.
“Lockdown telah menciptakan rasa aman buatan tentang dunia. Kami telah dilindungi dari virus dan mungkin juga terlindung dari keadaan keluarga yang rumit, konflik keluarga dan masalah eksternal lainnya."
Menurutnya, re-entry anxiety memiliki beberapa kesamaan dengan respon terhadp trauma.
"Misalnya, kita mengalami kecelakaan mobil, kita mungkin pulih dari guncangan kecelakaan dan bahwa tubuh sembuh dengan baik. Namun, begitu kita harus kembali mengemudi lagi rasanya sangat cemas. Ini karena kita akan kembali ke situasi berbahaya yang kita alami," lanjutnya.
Mereka yang memiliki riwayat kecemasan, misalnya, akan lebih rentan terhadap masalah semacam ini, kata Hekster. Serta, mereka yang pernah mengalami duka atau sakit, juga akan cenderung merasa cemas dengan pelonggaran pembatasan karena mereka merasa dunia luar tidak aman.
Sarita Robinson, psikolog di University of Central Lancashire, menjelaskan kemungkinan juga bergantung pada seberapa khawatir orang itu pada penularan Covid-19.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru