Suara.com - Angka kasus positif atau positivity rate Covid-19 di Indonesia cenderung fluktuatif atau naik turun. Sempat berada di kisaran 21,4 persen pada 10 Februari lalu, angka kemudian melonjak menjadi 38,3 persen pada 16 Februari 2021 kemarin.
Hal tersebut menuai komentar Menteri Kesehatan Budi Sadikin Gunawan yang mulai menyoroti perubahan angka positif Covid-19 di Indonesia.
"Buat saya sekarang masih terlalu dini untuk berikan kesimpulan, karena data positivity rate kita abnormal, bisa tinggi sekali," ujar Menkes Budi dalam konferensi pers virtual, Rabu (17/2/2021).
Ketidaknormalan data positivity rate Covid-19 di Indonesia ini pada akhirnya dapat menyulitkan banyak pihak untuk menentukan kebijakan yang tepat, termasuk kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.
Menkes Budi sendiri menduga ada tiga hal yang harus diperbaiki dan dievaluasi, yang akan memengaruhi angka positivity rate Covid-19 sebagai berikut:
1. Memasukkan hasil negatif Covid-19
Selama ini tes Covid-19 selalu difokuskan pada data orang yang positif Covid-19, tanpa memasukkan jumlah orang yang dites namun hasilnya negatif. Padahal memasukkan data hasil negatif bisa menunjukkan angka positivity rate yang sebenarnya.
"Semua laporan hasil tes negatif kita masukkan oleh seluruh laboratorium, karena sampai sekarang kita melihat karena aplikasinya masih sulit (data negatif) itu tidak dimasukkan. Kalau itu masuk, baru akan terlihat positifity rate yang benar seperti apa," terang Menkes Budi.
2. Pastikan rumah sakit mengisi data
Banyaknya rumah sakit yang tidak disiplin mengisi administrasi. Padahal mengisi data secara rutin dan konsisten orang yang positif Covid-19 oleh rumah sakit sangat penting. Data ini harus setiap harinya dilaporkan kepada kementerian kesehatan, agar akurat dan up to date.
"Jadi kami juga perlu berkomunikasi dengan mereka untuk meningkatkan disiplin ini, sebelum kita ambil kesimpulan," jelas Menkes Budi.
Baca Juga: Ini Hikmah yang Petik Uya Kuya saat Terpapar Covid-19
3. Tes Covid-19 masih kurang dan belum masif
Idealnya setiap daerah harus bisa menjalankan tes Covid-19 sesuai standar organisasi kesehatan dunia atau WHO, yaitu satu tes per 1.000 penduduk dalam waktu seminggu.
"Mungkin sekali kalau tes kita belum banyak yang menyebabkan positivity ratenya tinggi, oleh karena itu kita memperbanyak dengan menggunakan rapid antigen," terangnya.
"Dengan masuknya data-data ini, baru akan kelihatan positifity rate yang sebenarnya seperti apa, baru dari situ kita ambil kesimpulan," pungkas Menkes Budi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
Terkini
-
Ikan Sidat, Harta Karun Gizi Asli Indonesia: Rahasia Nutrisi Tinggi dalam Susu Flyon
-
Wajib Tahu! Kata Dokter, Korset Pasca Caesar Bukan Cuma Tren, Tapi Kunci Pemulihan Cepat
-
Bocoran Zaskia Sungkar: 3 Produk Wajib Ada untuk Kulit Newborn, Apa Saja?
-
Mengapa Jenazah Banjir Sumatera Tanpa Identitas Dikuburkan Tanpa Tunggu Identifikasi?
-
Rahasia Umbi Garut di Minuman Ini: Solusi Alami Obati GERD dan Maag yang Direkomendasikan Ahli Gizi!
-
Kewalahan Hadapi Dunia Digital? Ini Tantangan Parenting Terbesar Orang Tua Masa Kini
-
Cuaca Lagi Labil, Ini Tips Atasi Demam Anak di Rumah
-
Gangguan Irama Jantung Intai Anak Muda, Teknologi Ablasi Dinilai Makin Dibutuhkan
-
BPOM Edukasi Bahaya AMR, Gilang Juragan 99 Hadir Beri Dukungan
-
Indonesia Masuk 5 Besar Kelahiran Prematur Dunia, Siapkah Tenaga Kesehatan Menghadapi Krisis Ini?