Suara.com - Kemunculan Subvarian Omicron BA.2 atau juga kerap disebut omicron siluman membawa kekhawatiran tersendiri. Salah satu kekhwatiran dari mutasi terbaru ini, karena omicron siluman disebut-sebut kebal terhadap vaksin.
Tapi, bagaimana fakta sebenarnya? Menurut sejumlah peneliti Suvarian omicron BA.2 dipastikan tidak kebal vaksin Covid-19 yang saat ini beredar. Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky mengatakan, dari hasil studi menunjukkan kalau vaksin yang ada saat ini masih efektif untuk melawan virus corona SARS Cov-2.
"Dalam studi awal, kami belum melihat bahwa itu (varian BA.2) akan menghindari vaksin lebih dari yang telah dilakukan omicron. Pada kenyataannya, vaksin kami akan bekerja, seperti halnya dengan omicron," kata Walensky pada pengarahan tim respons Covid-19 di Gedung Putih Amerika Serikat, dikutip dari Fox News.
Varian Omicron saat ini mendominasi hingga 99,9 persen kasus baru Covid-19 di AS. Menurut Walensky, dari hasil pengawasan genomik terdeteksi kalau subvarian BA.2 berkontribusi 1,5 persen.
"Tentu saja, itu bervariasi untuk berbagai bagian negara, tetapi sekitar 1-1,5 persen proyeksi urutan yang kita lihat," katanya.
Dia menyoroti bahwa BA.2 memang memiliki keunggulan transmisi sederhana dibandingkan BA.1 yang menjadi varian asli Omicron. Tetapi penularannya juga tidak secepat Omicron asli dan Delta.
"Di banyak tempat kami telah melihat BA.2 sejauh ini, kasus terus turun, meskipun pada tingkat yang lebih lambat," tambah Walensky.
"Di beberapa negara, seperti Denmark, kasus telah meningkat terkait dengan BA.2, tetapi itu terjadi akibat melonggarkan strategi mitigasi, langkah-langkah mitigasi. Itulah sebabnya kami saat ini mempertahankan aturan pengetatan," imbuhnya.
Kasus BA.2 telah dilaporkan di negara bagian di seluruh negeri AS, seperti di Washington, New York, Connecticut, California, dan yang terbaru di Florida juga Illinois.
Baca Juga: Pegawai Banyak Terpapar Covid-19, Kantor Kejati DKI Jakarta Mulai Hari Ini Lockdown
Versi 'siluman' dari Omicron itu disebut memiliki sifat genetik yang membuatnya lebih sulit untuk dideteksi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan penyelidikan BA.2, yang telah ditemukan setidaknya 40 negara, harus diprioritaskan.
Ahli kesehatan dunia menyarankan untuk mengambil tindakan pencegahan yang sama seperti dengan Omicron. Pencegahan dilakukan dengan mendapatkan vaksinasi hingga dosis booster, memakai masker, menjaga jarak sosial, dan tinggal di rumah saat sakit.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
Terkini
-
Ikan Sidat, Harta Karun Gizi Asli Indonesia: Rahasia Nutrisi Tinggi dalam Susu Flyon
-
Wajib Tahu! Kata Dokter, Korset Pasca Caesar Bukan Cuma Tren, Tapi Kunci Pemulihan Cepat
-
Bocoran Zaskia Sungkar: 3 Produk Wajib Ada untuk Kulit Newborn, Apa Saja?
-
Mengapa Jenazah Banjir Sumatera Tanpa Identitas Dikuburkan Tanpa Tunggu Identifikasi?
-
Rahasia Umbi Garut di Minuman Ini: Solusi Alami Obati GERD dan Maag yang Direkomendasikan Ahli Gizi!
-
Kewalahan Hadapi Dunia Digital? Ini Tantangan Parenting Terbesar Orang Tua Masa Kini
-
Cuaca Lagi Labil, Ini Tips Atasi Demam Anak di Rumah
-
Gangguan Irama Jantung Intai Anak Muda, Teknologi Ablasi Dinilai Makin Dibutuhkan
-
BPOM Edukasi Bahaya AMR, Gilang Juragan 99 Hadir Beri Dukungan
-
Indonesia Masuk 5 Besar Kelahiran Prematur Dunia, Siapkah Tenaga Kesehatan Menghadapi Krisis Ini?