Suara.com - Satgas COVID-19 menjawab pertanyaan terkait kapan status pandemi COVID-19 yang menyerang dunia bisa berubah menjadi endemi.
Dikatakan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, yang bisa menetapkan kapan pandemi berakhir dan berubah menjadi endemi adalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Penetapan status endemi merupakan otoritas badan kesehatan dunia (WHO) karena untuk merubah pandemi yang berdampak pada banyak negara diperlukan perbaikan kondisi kasus secara global," kata Wiku mengutip situs resmi Satgas COVID-19.
Istilah endemi digunakan untuk menggambarkan keberadaan sebuah penyakit yang cenderung terkendali karena jumlah kasus yang rendah secara konsisten, dengan luas daerah terdampak dan durasi yang beragam di tiap daerah.
Pada saat berada dalam kondisi endemi, dapat diindikasikan dari jumlah kasus dan kematian yang rendah bahkan 0 dalam jangka waktu tertentu. Dan kondisi ini hanya dapat tercapai jika masyarakat secara kolektif menjalankan pengendalian COVID-19 dengan optimal.
"Ke depannya semoga masyarakat dunia semakin baik beradaptasi hidup berdampingan dengan COVID-19," jelasnya.
Dukungan terhadap perubahan status pandemi menjadi endemi juga disampaikan oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) prof. dr. Zubairi Djurban, Sp.PD.
Syaratnya, vaksinasi harus terus digalakkan. Sebab tingkat vaksinasi Covid-19 pada kelompok lansia masih rendah. Oleh sebab itu, pemantauan kasus positif mingguan harus tetap dilakukan selagi pelonggaran aturan dilakukan.
"Notabene vaksinasi di atas 60 tahun masih rendah, belum 70 persen. Jika dalam dua minggu aman, kasus menurun, dan enggak ada klaster baru yang besar, kenapa tidak kita masuk ke endemi," ujarnya.
Baca Juga: Wisatawan Asing Bebas Karantina Saat ke Bali, Satgas Covid-19: Bakal Dievaluasi Berkala
Berita Terkait
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Korupsi Wastafel Rp43,59 Miliar saat Pagebluk Covid-19, SMY Ditahan Polisi
-
Katanya Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, Kok BI Pakai Skema saat Covid-19 demi Biayai Program Pemerintah?
-
Profil Carina Joe, Pahlawan Vaksin Covid-19 Raih Bintang Jasa Utama dari Presiden Prabowo
-
Alasan Covid Dimentahkan, Pengacara Roy Suryo Sebut Jawaban Kejagung soal Eksekusi Silfester Absurd
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
Terkini
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!