Health / Konsultasi
Senin, 17 November 2025 | 07:02 WIB
Ilustrasi Retinopati Diabetik atau Ilustrasi Gangguan Penglihatan (Freepik)
Baca 10 detik
  • RD menjadi penyebab utama gangguan penglihatan di Indonesia. Pemerintah menargetkan 80% skrining pasien diabetes dengan dukungan teknologi digital dan tele-oftalmologi.
  • Roche Indonesia dan FK-KMK UGM bekerja sama mengembangkan model layanan RD berbasis AI untuk meningkatkan deteksi dini dan memperkuat kebijakan nasional.
  • Tantangan utama RD adalah jumlah pasien diabetes yang besar, rendahnya skrining, dan minimnya tenaga ahli. Program ini ditujukan untuk memperluas akses layanan dan mencegah kebutaan.

Penandatanganan yang berlangsung di Yogyakarta ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan RI, sebagai langkah strategis untuk menurunkan beban kebutaan akibat komplikasi diabetes. Mewakili UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc., menyampaikan apresiasinya terhadap kolaborasi ini. 

Ia juga menekankan pentingnya inovasi yang berakar pada riset, menambahkan bahwa, masalah kesehatan masyarakat seperti Retinopati Diabetik membutuhkan solusi berbasis bukti yang inovatif dan aplikatif. 

"Melalui kemitraan ini, kami siap berkontribusi melalui keahlian FK-KMK UGM dalam mengembangkan model layanan, melakukan kajian implementasi, dan memastikan bahwa intervensi yang dilakukan, terutama di bidang tele-oftalmologi serta tatalaksana Retinopati Diabetik sesuai standar medis terkini, dapat berjalan efektif dan berkelanjutan di sistem layanan kesehatan kita,” ucapnya.

Dari pihak Roche Indonesia, Sanaa Sayagh, selaku Presiden Direktur, menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang perusahaan. 

Ia berharap kolaborasi ini dapat menjadi katalis transformasi, mengatakan, “Kami berharap luaran dari kemitraan ini juga bisa berkontribusi dalam upaya percepatan transformasi kesehatan serta pencapaian target Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025 - 2030.”

Sementara itu, Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M(K) yang memimpin pelaksanaan program, menyoroti tiga hambatan besar yang selama ini menghalangi upaya menurunkan beban RD di Indonesia. 

“Tantangan utama kita ada tiga: jumlah pasien diabetes yang sangat besar, cakupan skrining mata yang sangat rendah, kurang dari 5%, dan distribusi tenaga ahli mata yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar pasien datang dalam kondisi sudah lanjut atau terlambat,” ujarnya.

Prof. Bayu menjelaskan bahwa proyek ini berfokus pada pengembangan model layanan skrining RD yang terintegrasi dengan tatalaksana yang komprehensif. Upaya tersebut melibatkan penguatan sistem koordinasi, perbaikan akses dan mutu layanan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, optimalisasi pembiayaan, serta pemanfaatan data dan teknologi kesehatan. 

Ia menegaskan, “Melalui model ini, kami menargetkan peningkatan cakupan skrining secara signifikan dan memastikan pasien yang membutuhkan tatalaksana dapat segera mengaksesnya sebelum terjadi kebutaan permanen.”

Baca Juga: Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter

Aspek keberlanjutan menjadi perhatian utama dalam proyek ini. Prof. Bayu menyampaikan bahwa salah satu hasil penting yang ditargetkan adalah tersusunnya bukti ilmiah yang dapat menjadi dasar kebijakan nasional dan alokasi sumber daya, sehingga program dapat diperluas secara bertahap ke skala lebih besar dan menjangkau populasi yang lebih luas.

Kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan industri kesehatan ini menandai langkah maju dalam penanganan Retinopati Diabetik di Indonesia. Dengan beban diabetes yang terus meningkat dan tingginya risiko kebutaan akibat RD, upaya memperluas akses skrining dan layanan tatalaksana berbasis teknologi menjadi sangat penting. 

Load More