Suara.com - Banyak perempuan yang tak menyadari ketika mengalami gejala menopause atau perimenopause. Gejala ini rata-rata berlangsung selama empat tahun sebelum seorang perempuan berhenti haid atau menopause. Salah satu pertanda itu adalah migrain atau depresi.
Lalu bagaimana mengatasinya? Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita mengetahui apa itu migrain.
Migrain adalah gangguan sel-sel saraf otak dan reseptor, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal yang buntutnya menyebabkan peningkatan kepekaan terhadap cahaya dan suara.
Namun ketika membahas pengobatan migrain yang berhubungan dengan hormon, ada beberapa ketidaksepakatan di antara spesialis.
"Ketika bukti jelas menunjukkan perempuan mengalami migrain yang berhubungan dengan hormon, misalnya selama perimenopause atau pada awal setiap periode, gel estrogen yang menstabilkan kadar estrogen dapat diresepkan oleh dokter," kata Profesor John Studd, mantan konsultan ginekolog dari Rumah Sakit Chelsea and Westminster, London Barat.
Menurutnya pemberian gel estrogen hampir selalu mampu menghentikan migrain. Sayang tak banyak perempuan yang mendapat pengobatan seperti ini. Sebagai gantinya dokter sering mencoba obat anti-migrain.
"Mereka tidak selalu menyadari migrain terkait dengan hormon, sehingga banyak perempuan yang menderita tanpa pengobatanyang tepat," tambahnya. "
Namun, Dr Nick Silver, seorang ahli saraf dari Walton Centre NHS Foundation Trust tidak setuju dan percaya terapi hormon biasanya harus menjadi pilihan terakhir. Ia mengatakan kadang-kadang terapi hormon berisiko dan memiliki efek samping.
Ia menjelaskan gaya hidup dapat mengobati migrain, ini termasuk minum lebih banyak air, makan secara teratur, tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari, menghindari kafein (kopi, teh, teh hijau, cola dan cokelat) dan penggunaan rutin obat penghilang rasa sakit.
Jika ini tidak membantu, pilihan berikutnya adalah obat-obatan seperti candesartan, propranalol atau topiramate yang juga digunakan untuk mengobati epilepsi dan tekanan darah tinggi atau anti-depresan.
"Ketika tidak ada dari tindakan ini bekerja kita dapat melihat terapi hormon, biasanya HRT patch dosis rendah," kata Dr Silver.
Ia menambahkan, banyak perempuan dengan migrain yang berhubungan dengan hormon akan menemukan migrain itu akan berhenti atau berkurang setelah menopause. (dailymail.com)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
5 Rekomendasi Sepatu Badminton Pria Murah Meriah, Dijamin Anti Cidera
-
5 Ide Kado Hari Guru TK yang Bikin Hati Meleleh, Lebih dari Sekedar Barang!
-
5 Sepatu Lari New Balance Terlaris di Shopee yang Wajib Dibeli: Model Stylish, Performa Oke
-
5 Rekomendasi Parfum Lokal Non Alkohol: Wangi Awet, Salat Tetap Sah
-
TES KEPRIBADIAN: Kamu Alfa, Beta, Omega, atau Sigma?
-
5 Rekomendasi Lipstik Velvet di Bawah Rp50 Ribu: Nyaman dan Mampu Menutupi Bibir Hitam
-
Perpaduan Gaya: Filosofi Jepang dan Spirit Bandung dalam Budaya Sneakers
-
Biodata dan Agama Fina Phillipe, Atlet BJJ Wakili Indonesia di Acara Physical Asia
-
5 Rekomendasi Kulkas 2 Pintu Freezer Besar Tanpa Bunga Es
-
Panduan Lengkap Menulis Surat Lamaran Kerja yang Benar dan Menarik HRD