Suara.com - Dunia fashion, sebenarnya sudah menjadi passion Didiet Maulana sejak kecil. Saat masih kanak-kanak, laki-laki yang akrab disapa Didiet ini bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencorat-coret gambar detail manusia lengkap dengan pakaian yang dikenakannya.
Namun selulus SMA, laki-laki yang lahir dan besar di Jakarta ini mengaku tak pede untuk masuk sekolah mode. Meski demikian jurusan yang diambilnya tak jauh dari dunia kreatif, yakni Teknik Arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung.
Dalam perbincangannya dengan suara.com di sela peluncuran buku Kebayaku Mien Uno, beberapa waktu lalu Didiet mengakui pihak keluarga sebenarnya tidak melarang. Bahkan bisa dibilang, ia besar di keluarga yang sangat memperhatikan busana.
"Saya nggak pede aja, belum ada keberanian untuk terjun ke dunia fashion," ujarnya.
Selepas kuliah Didiet tak pernah menekuni karier arsitek secara profesional. Ia malah bekerja di dunia kreatif, selama sekitar delapan tahun. Ia antara lain pernah bekerja sebagai Talent Artist di MTV dan selama enam tahun (2006-2012) berkarir di PT Gilang Agung Persada, yang menangani divisi Marketing Communication sejumlah merek internasional seperti Guess, Gap, Banana Republic, serta Celine and Raoul.
Pengalaman menangani merek internasional inilah, yang mengusik Didiet untuk berbuat sesuatu untuk dunia fashion di Tanah Air. Ia mengenang, saat itu akhir 2010, Indonesia heboh karena batik mau diakui negara lain. Banyak orang yang tidak terima dengan kenyataan ini, sehingga ramailah dunia maya. Di titik itu, Didiet melihat demam batik belum seperti sekarang, saat batik telah ditetapkan menjadi warisan dunia oleh organisasi kebudayaan dunia (UNESCO).
"Saat itu saya melihat, jangan sampai kesalahan yang sama terulang. Ada kekayaan budaya yang akan diakui negara lain karena tidak dikelola dengan baik," ujar laki-laki yang sebentar lagi akan merayakan ulang tahunnya yang ke-34 tahun ini.
Maka setelah melakukan beberapa penelitian kecil, akhirnya pilihan jatuh ke tenun ikat. Ia melihat beragam tenun yang ditemukan di hampir seluruh wilayah tanah air, memiliki potensi yang tak kalah dari batik. Perajinnya sudah terbentuk, sehingga tinggal menciptakan
pasarnya.
Saat itu, ujarnya, saya ingin membuat sesuatu yang Indonesia dan saat itu tenun ikat belum banyak yang mengangkat. Menurutnya kain tradisional ini sesuai dengan konsepnya untuk membangun produk busana siap pakai untuk generasi muda. Laki-laki berbintang Aquarius ini mengakui, ia terinspirasi Edward Hutabarat, teman dekat sekaligus mentornya yang melahirkan Part One, merek batik dengan sentuhan modern. Ini menginspirasi laki-laki yang selalu tampil rapi ini untuk mencipta produk fashion berbahan kain tradisional Nusantara.
"Butuh waktu, sebelum akhirnya IKAT diluncurkan. Kami harus melakukan riset selama kurang lebih satu tahun," terangnya.
Untuk ini, Didiet banyak melakukan kunjungan dan bertemu dengan banyak perajin dari berbagai daerah seperti Bali, Makassar, Palembang, Lampung atau Klaten. Ia ingin serius terjun ke dunia fashion, yang menurutnya tak hanya melulu soal sandang. Fashion, ujarnya, juga menyangkut sejarah, bahan, kehidupan para perajin serta mengenal pelaku industri kreatif lainnya.
Meski demikian laki-laki penyuka lantunan suara Diana Krall dan Lisa Ono ini, tidak secara formal belajar mode. Ia belajar secara otodidak dengan banyak bergaul dengan desainer yang lebih senior.
"Saya banyak bertanya, banyak baca buku yang berkait mode dan kain tradisional," ujar laki-laki yang mengantungi gelar sebagai sarjana Teknik Arsitektur pada 2003 ini.
Lalu, pada Juli 2011, lahirlah IKAT Indonesia, merek busana siap pakai berbahan tenun ikat untuk pasar perempuan. Setahun berjalan, Didiet melihat ceruk pasar di busana laki-laki. Maka pada 2012, dia merilis Men’sCollection, dengan menggandeng aktor terkenal Nicholas Saputra. Didiet terus melihat peluang pasar. Karena permintaan kebaya meningkat, maka pada 21 April 2012, tepat pada perayaan Hari Kartini ia merilis produk kebaya.
Dan nama Didiet makin dikenal. Kiprahnya juga mampu menjadikan tenun ikat makin menjadi pilihan. IKAT Indonesia yang menyasar kelas B dengan kisaran harga Rp1,7 juta sampai Rp5,9 juta kini makin banyak diminati. Sedangkan Swarna, yang dirilis pada 2013, dijual dengan harga di atas Rp25 juta diperuntukan bagi mereka yang berada di kelas A dan A+.
"Mereka yang ada di level ini adalah mereka yang terbiasa menggunakan merek internasional," imbuhnya.
Nama produksi IKAT Indonesia ditunjuk menjadi busana 'resmi' gelaran KTT APEC 2013 di Jakarta. Di tahun yang sama, rancangan Didiet dikenakan Maudy Koesnaedi di sebuah festival di Cannes.
"Sekarang banyak kaum muda mengenakan kain traidisional, tak hanya untuk upacara adat tapi juga acara lainnya. Menurut saya ini perkembangan yang menarik," ujarnya sambil menambahkan kini penggemar muda dari mereka berusia 18 tahun makin banyak.
Tak hanya itu, Didiet juga berhasil menyuntikkan gairah ke perajin tenun di daerah. Di Klaten, Jawa Tengah misalnya, IKAT Indonesia berhasil membuat generasi penenun muda. Ia juga menjalin kerjasama intens dengan perajin tenun di Bali, Makassar, Palembang, dan Timor.
Ia ingin, kehebohan dunia fashion di kota-kota besar juga dirasakan langsung oleh para perajin di daerah. Ia banyak membagikan pandangannya untuk meregenerasi dan memberi masukan pola serta warnanya. Sedangkan pengerjaan diserahkan kepada para perajin.
Ia juga memodifikasi tenun ikat, seperti misalnya ia pernah membuat tenun ikat berbahan sutera.
"Itu harus dilakukan, jika kita ingin melakukan inovasi sebaiknya jangan menggunakan bahan yang sudah ada, bikin sesuatu yang beda agar orang tertarik mengenakannya," ujarnya.
Diakui, diperlukan kerja keras untuk membangun IKAT Indonesia. Tapi menurutnya, bisnis kreatif adalah dunia yang dibangun dengan cinta dan kepercayaan. Itu kuncinya untuk terus bertahan dan mengembangkan usahanya.
"Lika liku pasti ada, mulai dari yang meragukan kemampuan saya, kompetisi, hingga peniruan model. Tetapi semua pekerjaan, seberapapun beratnya harus disikapi secara positif," ujarnya mengakhiri perbincangan sore itu.
Berita Terkait
-
Berhasil Ditangkap, Ini Tampang Pelaku Penjambretan Ibu dari Desainer Didiet
-
Deretan Potret Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon Pakai Baju Adat, Dibilang Cocok Masuk Buku Atlas
-
Dirancang Didiet Maulana, Baju Pengantin Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon Tembus Puluhan Juta?
-
Sepak Terjang Desainer Didiet Maulana, Kini Siap Bantu UMKM Kerajinan Indonesia Naik Level
-
Dari Panggung Fashion, Desainer Didiet Maulana Kini Dilantik Jadi Staf Ahli Dekranas
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- Sabrina Chairunnisa Ingin Sepenuhnya Jadi IRT, tapi Syaratnya Tak Bisa Dipenuhi Deddy Corbuzier
Pilihan
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
Terkini
-
5 Fakta Unik Keraton Solo: Berdiri Sejak Kapan?
-
7 Facial Wash Mengandung Niacinamide dan Salicylic Acid untuk Kulit Cerah Bebas Jerawat
-
5 Produk Viva yang Ampuh Hilangkan Bekas Jerawat, Harga Mulai Rp6 Ribu Saja
-
3 Rekomendasi Lipstik Viva dan Pilihan Warna Terbaiknya, Mulai Rp14 Ribu
-
5 Fakta Ompreng 'Palsu' MBG: Diduga Tidak Halal dan Pakai Bahan Berbahaya!
-
5 Rekomendasi Sepatu Trail Running Hoka Terbaik Buat Medan Ekstrem
-
4 Moisturizer Viva untuk Flek Hitam dan Kerutan usia 40-an, Harga Murah Meriah
-
5 Lip Balm Terbaik untuk Bibir Hitam Usia 40 Tahun ke Atas, Perbaiki Skin Barrier
-
Gelora Literasi Bangkit di Big Bad Wolf: Ribuan Pengunjung Serbu Bazar Buku Terbesar
-
5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Menyembuhkan Jerawat, Harga Mulai Rp20 Ribuan