Suara.com - Siapa sangka, buah bakau yang membusuk dan berjatuhan di bibir pantai ternyata dapat mengubah perekonomian penduduk pesisir di dua desa di Semarang, Jawa Tengah.
Di tangan Cahyadi Adhe Kurniawan, pemuda yang kala itu masih sebagai mahasiswa di Universitas Diponegoro, buah bakau yang membusuk bisa diolah menjadi pewarna batik yang kini dikenal sebagai batik bakau.
"Awalnya saya berpikir banyak sekali sampah mangrove (propagul) yang menutupi saluran air di tambak milik masyarakat. Lalu saya cari tahu dan riset bagaimana cara memanfaatkannya," katanya usai ditemui pada temu media 'Hilo Green Leader' di Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Berawal dari coba-coba, Cahyadi melakukan riset selama satu tahun untuk menemukan jenis mangrove yang menghasilkan pewarna alami yang baik untuk batik.
"Jadi yang saya pakai khusus yang sudah membusuk. Tinggal mungutin aja," imbuhnya.
Pewarna alami yang terbuat dari bakau ini menghasilkan warna dengan gradasi coklat. Oleh karena itu, kain batik bakau masih didominasi dengan warna-warna gelap. Bahkan untuk mendapatkan warna yang diinginkan, batik tersebut harus dicelup 10 sampai 15 kali dalam pewarna bakau.
"Dicelup pun tidak langsung celup. Celup sekali, keringkan. Setelah kering, celup lagi, kemudian dijemur. Celup-jemur, celup-jemur, begitu seterusnya hingga memperoleh warna yang diinginkan," Terang Cahyadi merinci.
Hingga kini, ia sudah membina dua desa di daerah pesisir Semarang dengan total 12 ibu rumah tangga. Bahkan ia kerap diminta beberapa pemerintah daerah yang memiliki kampung pesisir seperti Deli Serdang, Batam, Jambi, Belitung, dan Rembang untuk melatih masyarakat mengolah bakau menjadi pewarna batik dan menghasilkan kain batik.
Salah satu grand finalist Hilo Green Leader ini tak hanya memanfaatkan bakau untuk menghasilkan produk yang siap jual. Ia bersama masyarakat binaannya juga memiliki program penanaman kembali bakau untuk melestarikan ekosistem bakau.
"Ekosistem mangrove hanya sekitar 15 hektar di Semarang. Empat dalam kondisi baik sedangkan 11 hektar lainnya sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Dengan melakukan penanaman bakau secara rutin kita bisa menyelamatkan 11 hektar itu," paparnya.
Ke depan, ia berharap bisa membuat kampung batik di Semarang untuk menyatukan desa binaan yang mengembangkan usaha batik bakau.
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 10 Rekomendasi Skincare Wardah untuk Atasi Flek Hitam Usia 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
9 Rekomendasi Cushion untuk Kulit Sawo Matang, Hasil Flawless dan Tahan Lama
-
7 Sepatu Running Plat Carbon Terbaik, Lari Makin Kencang Modal Rp500 Ribuan
-
Viral! Ibu di Lampung Amuk Siswi yang Diduga Bully Anaknya yang Yatim, Tegaskan Tak Mau Memaafkan
-
7 Rekomendasi Outfit Pilates Hijab yang Nyaman dan Stylish, Harga Terjangkau
-
Gebrakan Fashion Indonesia: Purana dan Fuguku Pukau Panggung Internasional di Kuala Lumpur
-
4 Rekomendasi Face Wash Non SLS yang Aman untuk Kulit Sensitif
-
6 Rekomendasi Sepatu Lari Terbaik untuk Pace 6, Nyaman dan Cegah Risiko Cedera
-
Fosil Reptil Laut Berleher Panjang dari Zaman Purba Ditemukan di China
-
7 Pilihan Lip Tint Warna Natural untuk Remaja, Glow Up Alami Modal Rp15 Ribuan
-
5 Sunscreen Mengandung Ceramide untuk Melindungi Skin Barrier, Ramah Kulit Sensitif