Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, mungkin Anda sudah sering mendengarnya. Kota berhawa sejuk di Sumatera Barat ini merupakan tempat kelahiran Bung Hatta.
Sebagai salah seorang Pahlawan Nasional, Bung Hatta yang bernama asli Muhammad Athar menjalani masa kecil di Bukittinggi, namun tidak menghabiskan sepanjang hidupnya di sana. Namun semangat juangnya kental terasa saat kita menyusuri sudut rumah kelahiran yang berada di Jalan Soekarno Hatta No.37.
Rumah kelahiran Bung Hatta dengan luas bangunan 440 meter, pertama kali dibangun pada 1860 di tanah seluas lebih kurang 799 meter yang sebagian digunakan sebagai jalan raya. Bung Hatta menempati rumah itu sejak lahir pada 12 Agustus 1902 hingga menamatkan Sekolah Rakyat 1913 bersama ibu Saleha, kakek Ilyas, nenek Aminah dan pamannya Saleh dan Idris.
Pada September 1994, atau 20 tahun setelah rumah itu ditinggalkan oleh keluarga besar Bung Hatta, Yayasan Pendidikan Wawasan Nusantara yang juga mengelola Universitas Bung Hatta merenovasi dan melakukan pembangunan kembali lahan bekas rumah kelahiran itu setelah dibebaskan oleh Pemerintah Bukittinggi.
"Pada 12 Agustus 1995 bertepatan dengan tanggal kelahiran sang proklamator, rumah kelahiran ini diresmikan oleh Menteri Negara Koordinator Kesejahteraan Rakyat Azwar Anas atas kerja sama Universitas Bung Hatta dan Pemerintah Daerah Tingkat II Bukittinggi," kata Pengelola Rumah Bung Hatta yang ditugaskan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bukittinggi, Dessi Warty.
Dessi yang telah bekerja sejak 19 tahun silam sebagai pengelola rumah tersebut mengatakan bangunan rumah memang telah direnovasi, namun bentuk bangunan itu sendiri beserta seluruh perabotan tetap masih asli memiliki nilai sejarah.
"Renovasi yang dilakukan hingga 1995 tersebut bertujuan menggeser letak rumah kelahiran ini sekitar enam meter ke belakang untuk pelebaran jalan. Dulu beranda rumah berada tepat di tepi jalan raya, namun sekarang letaknya sudah lebih baik demi kenyamanan masyarakat untuk berkunjung," ujar dia.
Untuk menghargai jasa Bung Hatta, Pemerintah kota memberikan anggaran khusus melalui APBD untuk biaya perawatan, pemeliharaan setiap tahunnya.
Usaha Pemerintah Kota Bukittinggi tidak sia-sia karena terbukti dari penampakan rumah kelahiran berwarna abu-abu yang terawat dan asri. Saat ini telah dijadikan sebagai museum dan terbuka untuk umum setiap hari mulai dari pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB.
Taman kecil menyambut, saat tamu memasuki pekarangan museum rumah kelahiran Bung Hatta. Untuk para pengunjung disediakan kursi tamu moderen berwarna coklat tua serta meja dengan buku tamu di atasnya. Setiap orang bebas berfoto di rumah ini, namun dilarang memegang benda-benda bersejarah di dalamnya.
Denah rumah yang terpasang di dinding beranda cukup membantu memberi petunjuk bagi para pengunjung. Sesekali Dessi bertindak sebagai pemandu para pengunjung bila dibutuhkan.
Di rumah berlantai papan dan beberapa ruangan beralaskan tikar rotan itu, terdapat masing-masing satu ruangan di sisi kiri dan kanan beranda rumah yang bertuliskan kamar bujang dan kamar Saleh Sutan Sinaro di atas pintu masuk ruangan.
Di kamar bujang yang dimanfaatkan Bung Hatta sebagai ruang baca tersebut, terdapat tempat tidur kecil beralaskan seprai berwarna putih.
Satu meja tulis dan kursi serta lemari setinggi dua meter yang berisikan buku-buku koleksi Hatta dan penulis lainnya yang bercerita tentang Bung Hatta semasa hidup.
Kamar bujang yang bersebelahan dengan lumbung padi Saleha/Idris itu merupakan kamar Bung Hatta untuk beristirahat sejenak semasa ia tinggal di sana. Terdapat satu tempat tidur kecil, meja dan kursi yang tidak jauh berbeda dengan peralatan di ruang baca.
Uniknya, di dalam kamar bujang itu terpajang sebuah sepeda tua berwarna hijau tua dan foto Bung Hatta memegang sepeda tersebut saat usia delapan tahun di dinding dekat sepeda. Konon foto tersebut di ambil di depan rumah kelahirannya tersebut.
Sedangkan kamar Saleh Sutan Sinaro merupakan tempat untuk barang-barang pos yang akan dikirimkan ke Pasaman hingga Sibolga, namun sekarang dimanfaatkan untuk kamar penjaga rumah tersebut sehari-hari.
"Dulu, kakek dan paman Bung Hatta bekerja sebagai pegawai Pos sehingga ruangan ini dimanfaatkan untuk penitipan barang bagi masyarakat yang ingin mengantarkan barang ke beberapa wilayah tertentu," kata Dessi.
Saat memasuki ruang utama rumah ini, jiwa dan kehidupan Bung Hatta seolah hadir lewat foto-foto semasa hidupnya seperti foto berbagai kegiatan di Bukittinggi, peresmian balai kesehatan Ibnu Sina Bukittinggi, foto orang-orang yang erat kaitannya dengan Bung Hatta termasuk paman dan guru agamanya Sjech Djamil Djambek.
Juga foto keluarga, teks proklamasi, pidato-pidato sebagai wakil presiden hingga silsilah keluarga Bung Hatta dari pihak ayah dan ibu.
Jangan juga melewatkan bagian belakang rumah. Terdapat dua lumbung padi tinggi besar di sebelah kiri bertuliskan lumbung padi Aminah dan lumbung padi Saleha/Idris yang digunakan untuk menyimpan cadangan makanan bagi keluarga Bung Hatta.
Bagian yang teristimewa dari rumah ini, adalah kamar tempat kelahiran Bung Hatta. Kamar tersebut berada di lantai dua rumah.
Seorang pengunjung dari Pekanbaru, Siska (27) mengatakan rumah ini sangat kaya informasi yang membuat setiap pengunjung mengenal lebih dekat dengan kehidupan Bung Hatta.
"Ini rumah yang penuh sejarah, terawat dan memberikan semangat untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh Bung Hatta," ujar dia.
Baginya salah satu yang paling erat dengan sosok Bung Hatta ialah seorang yang jujur, santun dan disiplin. Bahkan hingga proklamator bangsa itu meninggal 14 Maret 1980, ia mampu mempertahankan jiwa sederhana dan rasa solidaritas dengan rakyat.
"Rumah ini hanya salah satu saksi bisu sejarah dan perjuangan Bung Hatta, namun sangat besar artinya jiwa setiap individu dapat benar-benar memaknainya," katanya. (Antara)
Berita Terkait
-
Liburan Keluarga Hemat, Ini 5 Mobil Bekas Rp40 Jutaan, Muat Banyak, Irit Bensin
-
Fakta Baru Kasus Anak Kasi Propam Tapsel: Wanita di Mobil Ternyata Pacar, Bukan Guru
-
Kesempatan Langka Buat Pria, Belanja Skincare Bisa Jalan-Jalan Gratis ke Italia dan Nonton MotoGP
-
Sekampung Patungan Modal Kuliah Demi Anak Kuli Masuk ITB
-
Bahas Evaluasi Formatif, Dr. Elfis Isi Kuliah Umum di UIN Bukittinggi
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Kenapa Belakangan Cuaca Terasa Sangat Panas? Kenali Apa Itu Kulminasi Matahari
-
6 Rekomendasi Skincare Whitening Terbaik untuk Mencerahkan Wajah
-
Terpopuler: Berapa SPP di Sekolahnya Gibran? Sehari 10 Ribu Masih Bisa Nabung
-
Rahasia Kreasi Kopi Kekinian: Coconut Milk, Bahan Lokal yang Mengguncang Industri Minuman!
-
Tren Fesyen Wanita Karier 2025: Ini 5 Item Wajib Ada di Lemari
-
Eye Cream atau Moisturizer Dulu? Ini Urutannya untuk Skincare Malam
-
Berapa Biaya Sekolah di Orchid Park Secondary School seperti Gibran? Segini Kisarannya
-
8 Fakta Pernikahan Selena Gomez dan Benny Blanco, Ini Potret Intimate Wedding Mereka
-
Alasan Kakek Nenek Prabowo Subianto Dimakamkan di Belanda
-
Kurikulum Internasional dan Regulasi Nasional: Formula Baru Pendidikan Masa Depan