Suara.com - Biennale Jogja 2019 menghadirkan beragam karya dan instalasi seni dari puluhan seniman Asia Tenggara. Salah satu yang menarik perhatian yakni deretan karya dari Muslimah Collective.
Kelompok kolaboratif dari lima wanita muslim asal Thailand ini mencoba menangkap kehidupan muslimah lewat karya yang estetik. Mereka berasal dari Pattani, Vala dab Narathiwat, bagian paling selatan Thailand.
Kelimanya adalah Keeta Isran, Nuriya Waji, Heedayah Mahavi, Kusafiyah Nibuesa dab Arichama Pakapet. Untuk Biennale Jogja 2019, mereka mempresentasikan karya-karya berbeda yang fokus pada kehidupan muslimah di Pattani.
Dalam membuat karya, mereka terinspirasi dari lingkungan terdekat, seperti keluarga dan orang tua.
Contohnya adalah karya dari Arichama Pakapet yang terinspirasi dari profesi orang tua sebagai nelayan. Ia memilih untuk menggunakan serat alam dalam bentuk benang yang digunakan dalam perikanan untuk menciptakan sebuah seni berupa jaring raksasa.
Lain lagi dengan karya dari Kusafiyah Nibuesa. Ia memamerkan karya seninya yang mencerminkan kesederhanaan kehidupan muslimah di tiga provinsi perbatasan selatan Thailand.
Dalam karyanya, ia menggunakan kertas bertekstur untuk membuat gambar 3 dimensi berupa wanita di pasar yang dikelilingi keranjang penuh ikan. Ia juga menangkap aktivitas muslimah di sana dengan foto yang dicetak pada kertas khusus.
Menurut Alia Swastika, Direktur Eksekutif Yayasan Biennale Yogyakarta, karya dari Muslimah Collective memperlihatkan bagaimana perjuangan mereka mengangkat identitas muslim di sana.
"Mereka di wilayah Thailand kan kan agama resminya agama Budha, sementara mereka Muslim, makanya sering terpinggirkan. Jadi melalui seni sebenarnya sedang memperjuangkan identitasnya," ujar Alia Swastika saat ditemui Suara.com di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis (24/10/2019) kemarin.
Baca Juga: Biennale Jogja XV 2019 Ajak Pengunjung Melihat Sisi Lain Asia Tenggara
Muslimah Collective sendiri didirikan pada 2015 dengan usaha untuk membuat sesuatu di luar kelaziman, utamanya berkaitan dengan kesetaraan gender.
Melalui seni, mereka membingkai pandangan tentang jilbab yang mengatur nilai keperempuanan, refleksi dari kecantikan, dan realitas masyarakat di selatan, termasuk harapan mereka tentang perdamaian.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Uang Jemaah Disita KPK, Khalid Basalamah Terseret Pusaran Korupsi Haji: Masih Ada di Ustaz Khalid
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 24 September 2025: Kesempatan Dapat Packs, Coin, dan Player OVR 111
- Apa Kabar Janji 50 Juta Per RT di Malang ?
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Asia Low-Carbon Buildings Transition Bantu Indonesia Wujudkan Bangunan Rendah Emisi
-
Ramai Siswa Keracunan, Bagaimana Cara Kerja SPPG Sediakan Menu MBG?
-
Apa Saja Bisnis Sherly Tjoanda, Perusahaan Tambang Nikelnya Disebut Beroperasi Ilegal
-
Sering Digunakan di Medsos, Apa Arti Sybau Dalam Bahasa Gaul?
-
Bukan Sekadar Daging Bakar: 3 Tips Bikin Pengalaman Makan Steak Makin Berkesan
-
Bloomberg New Economy Itu Apa? Jokowi Resmi Ditunjuk Jadi Dewan Penasihat
-
5 Parfum Pucelle Wangi Segar, Murah Meriah Buat Anak Sekolah!
-
4 Rekomendasi Moisturizer Glad2Glow untuk Kulit Bruntusan, Cuma Rp30 Ribuan Bikin Wajah Glowing
-
Ngidam dalam Pandangan Islam, Benarkah Tipu Daya Setan seperti Disebut Suami Kartika Putri?
-
Kulit Berjerawat Pakai Sunscreen Wardah Warna Apa? 3 Varian Ini Paling Aman dan Ramah di Kantong