Suara.com - Rempah-rempah khas Indonesia memang sudah diakui kualitasnya hingga mancanegara. Terbukti dengan angka ekspor teh yang dilakukan Pabrik Teh Sukawana Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat yang bisa mencapai puluhan ton setiap bulannya.
Tapi dibalik itu ternyata ada anggapan yang cukup menggelitik, yang menyebut daun teh dengan kualitas tinggi akan diekspor ke luar negeri, sementara orang Indonesia bersisa hanya kualitas yang standar atau ampasnya saja. Benarkah begitu?
Fransiscus Pantur (53), Petugas Pengepakan dan Pengawas Pabrik Sukawana membantah hal itu. Menurutnya itu terjadi karena minat masyarakat Indonesia terhadap teh yang kurang luas dan terbatas.
"Ah enggak juga sih, tapi memang kalau di lihat dari kualitas banyak kita kirim ke luar, tapi itu karena tadinya kota udah bikin MOU dengan Eropa dengan Singapura, sedangkan di Indonesia itu terbatas pembeliannya," ujar Fransiscus dalam acara Tour Agoda Indonesia di Sukawana, Bandung Barat, Rabu (27/11/2019).
Nah, Fransiscus sendiri menantang seandainya disediakan teh dengan kualitas terbaik setara ekspor, bisakah orang Indonesia menjadikan teh sebagai minuman primadona asli Indonesia?
"Penggemar teh kan lebih sedikit, ketimbang penggemar kopi, kita hitung juga dengan pasaran, kita di bisnis ini juga pengen untung," ungkapnya.
Fransiscus juga mengungkap jika di luar negeri ada perubahan fluktuasi harga, sedangkan di Indonesia jarang terjadi. Belum lagi jika bisa menjangkau pasar luar negeri artinya pendapatan dan pembelian jadi lebih banyak dan bisa menjaring tenaga kerja non skill tanpa pendidikan tinggi.
"Kalau di sini kita juga memanfaatkan tenaga kerja yang non skill. Non skill itu, karena mereka tamat SD, paling tinggal tamat SMP, malah sebagai pengawas ada yang tamat SMP, dan itu fungsi sosial kita," tuturnya.
Baca Juga: Menikmati Syahdunya Jember Lantai Dua dari Kebun Teh Gunung Gambir
Kata pria lulusan Sastra Jerman ini, masyarakat Indonesia memang pada dasarnya tidak menyukai teh dengan jenis halus atau yang sudah dipisahkan antara batang dan daunnya yang sudah digiling, difermentasi dan dihaluskan. Minat masyarakat Indonesia lebih ke jenis teh menggunnakan sistem pengolahan ortodoks.
"Kalau di Indonesia, ada tapi jenisnya ortodoks. Ortodoks itu, proses pengeolahannya masih konvensional, kedua dia tidak menjadikan mengalami fermentasi, jadi dia masih baladahan. Jadi serat dan tulang masih bercampur," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Cara Buat Akun SIAPKerja untuk Magang Nasional 2025, Simak Syarat dan Ketentuannya
-
Satu Kain, Sejuta Kisah: Intip Perayaan Hari Batik Nasional di Thamrin City!
-
3 Rekomendasi Krim Malam Wardah untuk Hilangkan Flek Hitam, Bangun Tidur Auto Glowing
-
Kronologi Ashanty Dilaporkan Atas Dugaan Perampasan Aset: Berawal dari Aduan Eks Karyawan
-
Salah Pilih Sepatu, Lari Jadi Gak Enak? Ini Beda Nike dan Adidas yang Wajib Dipahami
-
5 Rekomendasi Toner untuk Menghilangkan Flek Hitam, Mulai Rp30 Ribuan
-
Profil Atika Algadrie, Ibu Nadiem Makarim Aktivis Antikorupsi
-
Berapa Kekayaan Ashanty? Dilaporkan Eks Karyawan Atas Dugaan Perampasan Aset
-
Menag Yakin Tepuk Sakinah Bakal Tekan Angka Cerai di Indonesia, Bagaimana Lirik dan Apa Maknanya?
-
6 Serum Mengandung Peptide untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bisa Atasi Flek Hitam