Suara.com - Batik ditetapkan jadi warisan budaya tak benda oleh Unesco sejak 2 Oktober 2009. Sejak itu, tanggal 2 Oktober pun ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Namun, bila menganggap yang dijadikan warisan budaya merupakan kain batik, sebenarnya salah.
Desainer batik sekaligus pegiat budaya Iwet Ramadhan menjelaskan bahwa batik itu sendiri yang menjadi warisan budaya tak benda, bukan sekadar kain dengan motif batik.
"Nomor satu, kenapa namanya warisan budaya tak benda? Kalau benda berarti kainnya, kalau tak benda itu filosofinya, cerita dibaliknya, kemudian tekniknya, pembatiknya. Itu yang harus disadari oleh orang-orang Indonesia," kata Iwet kepada wartawan, Senin (2/10/2023).
Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan batik merupakan teknik membuat motif menggunakan canting atau cap serta pewarna malam. Sehingga, dia menegaskan kalau batik printing sebenarnya bukan batik karena tidak melewati proses pembuatan dengan canting atau pun cap, juga tidak diwarnai dengan malam.
Maraknya batik printing juga diakui oleh Iwet, memang harganya lebih murah dibandingkan batik cap maupun tulis. Tetapi, batik printing justru berisiko memusnahkan batik itu sendiri juga pembatiknya.
"Karena kalau pakai batik printing, pembatiknya musnah. Karena begitu pakai printing, pembatiknya tidak dibeli lagi produknya. Kalau tidak dibeli lagi produknya, mereka tidak membatik lagi. Maka kemudian pembatiknya musnah," ujar pria 42 tahun tersebut.
Sehingga, menurut Iwet, memakai baju batik saja sebenarnya tidak cukup untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya tak benda bagi Indonesia. Apalagi bila baju atau kain yang dipakai ternyata batik printing.
Lebih bahaya lagi, lanjut Iwet, bila batik printing tersebut ternyata produksi dari luar negeri yang menjiplak motif batik asli Indonesia.
"Konsumen tidak peduli, yang penting murah, yang penting pakai batik karena ada kewajiban memakai batik setiap Jumat, misalnya. Cuma kalau kita tidak beri kesadaran, kalau (batik) itu berasal dari filosofi, ya enggak bisa berkembang. Jadi peer kita bukan hanya membuat kain batik makin dikenal, tapi banyak orang paham kalau batik bukan sekadar kain," tuturnya.
Itu sebabnya, Iwet selalu menyertakan filosofi secara detail pada setiap motif batik yang dia ciptakan. Sebab, menurutnya, batik tidak akan lepas dari filosofi serta cerita di balik motif tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Gold Standard, Predikat Bergengsi yang Jadi Tolak Ukur Sehatnya Perusahaan
-
Mal Ini Berubah Jadi Bikini Bottom, Bisa Bertemu Spongebob dan Patrick di Momen Liburan Akhir Tahun
-
Dany Amrul Ichdan Ajak Civitas Akademika Wujudkan Indonesia Naik Kelas Sebagai Gerakan Moral Bangsa
-
Liburan Akhir Tahun di Jakarta? Kejutan Seru Ini Bikin Kita Lupa Harus Keluar Kota!
-
7 Rekomendasi Sepatu Futsal Cewek Terbaik, Kualitas Juara Bikin Anti Cedera
-
45 Ucapan Selamat Natal untuk Teman dan Sahabat, Hangat dan Menyentuh Hati
-
Perempuan Usai Career Break: Ingin Kembali Bekerja, Tapi Peluangnya Masih Terbatas
-
3 Zodiak Ini Paling Beruntung dan Penuh Cinta pada 12 Desember 2025
-
Rekomendasi Bedak dengan Kandungan Centella Asiatica, Makeup Flawless Tanpa Takut Jerawat Meradang
-
4 Tinted Sunscreen untuk Wajah Flawless dan Tetap Terlindungi