Suara.com - Keberadaan UIPM (Universal Institute of Professional Management) di Indonesia tampaknya masih dipandang sebelah mata. Padahal, lembaga yang mengklaim fungsinya di Indonesia bukan kampus melainkan yayasan, telah menjelaskan mengenai status pihaknya yang telah menerima kepercayaan dari Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN ECOSOC) sebagai lembaga berstatus Special Consultative atau Konsultatif Khusus.
"Kebetulan UIPM Indonesia diberi mandat oleh PBB (United Nations ECOSO) untuk memantau (Observer, Monitoring dan Reporter)," tulis pihak UIPM dalam surat edaran beberapa waktu lalu.
Sebagai lembaga internasional yang memiliki mandat PBB, UIPM mengklaim pihaknya ikut berperan dalam menjaga akuntabilitas pemerintah terhadap standar global. Dan ini artinya, Indonesia seharusnya menjadikan UIPM sebagai mitra strategis.
Mengutip laman resminya, disebutkan juga bahwa terdapat perbedaan mendasar antara NGO yang berafiliasi dengan PBB seperti UIPM, dengan NGO lokal di Indonesia. Hal ini terletak pada cakupan kewenangan, kebebasan bertindak, dan akses terhadap mekanisme internasional.
Berikut perbedaan utama di antara keduanya:
1. NGO PBB
Mandat Internasional:
NGO yang terafiliasi dengan PBB, seperti UIPM melalui statusnya di UN ECOSOC, memiliki mandat global untuk:
- Mengawasi, mengamati, dan melaporkan pelanggaran HAM.
- Menyampaikan laporan tahunan ke Sidang Umum PBB.
- Memberikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan melalui forum internasional.
Akses ke Mahkamah Internasional:
Jika ditemukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, laporan dapat diteruskan ke International Court of Justice (ICJ) atau International Criminal Court (ICC) di Den Haag.
Baca Juga: Buntut Gelar Kehormatan, Jurnalis Asing Sebut Raffi Ahmad Insecure dengan Pencapaiannya
Independensi:
NGO semacam ini bersifat independen dari pemerintah lokal, sehingga bebas dari tekanan atau intervensi.
Fokus Hak Asasi:
Prioritas diberikan pada perlindungan hak asasi manusia, kebebasan pendidikan, dan hak rakyat atas kesejahteraan.
2. NGO Lokal
Keterbatasan Kewenangan:
NGO lokal biasanya hanya dapat beroperasi dalam kerangka hukum nasional, sehingga:
- Tidak memiliki akses langsung untuk melaporkan ke PBB atau lembaga internasional lainnya.
- Terbatas pada advokasi di tingkat lokal atau nasional.
Rentan Terhadap Tekanan:
NGO lokal sering menghadapi tantangan seperti tekanan politik, pembatasan kebebasan, atau kriminalisasi aktivisme jika dianggap mengkritik pemerintah secara langsung.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
6 Sunscreen Anti Air dan Anti Lengket untuk Musim Hujan, Cocok untuk Wanita Pekerja Outdoor
-
Berapa Tarif Manggung Raisa? Diva Pop Indonesia Ceraikan Hamish Daud
-
Masih Bingung Harus Pakai Sunscreen SPF Berapa? Ini Jawaban Dokter Spesialis Kulit
-
2 Promo G-DRAGON IN CINEMA CGV, Ada Poster Eksklusif 4DX dan Paket Combo Tiket
-
Apakah Tanggal 28 Oktober Termasuk Libur Nasional? Ini Jawabannya
-
Beauty Beyond Boundaries, Ruang Baru untuk Merayakan Kecantikan
-
Sumpah Pemuda 2025 yang ke Berapa? Ini Tema Resmi dan Makna di Balik Logonya
-
7 Parfum Lokal yang Wanginya Meninggalkan Jejak untuk Pria dan Wanita
-
6 Sabun Cuci Muka untuk Mengatasi Flek Hitam Usia 40-an, Harga Mulai Rp20 Ribuan
-
Rekomendasi 5 Sepatu Lokal Harga Rp200 Ribuan: Nyaman, Nggak Bikin Pegal saat Berdiri di KRL