Suara.com - Sejumlah ahli dan akademisi kini berbondong-bondong melayangkan kritik pedas terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto dalam acara perayaan Hari Ulang Tahun ke-17 Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025).
Tak tanggung-tanggung, segelintir pakar hingga kreator konten akademik menilai pidato Prabowo diwarnai dengan logical fallacy.
Adapun sosok Presiden RI tersebut dalam pidatonya banyak membela kebijakannya, salah satunya terkait formasi Kabinet Merah Putih.
Prabowo menyayangkan masih banyak pihak yang tak puas dengan kabinet kementerian yang dinilai terlalu gemuk.
Sontak, Prabowo melontarkan kata 'ndasmu' yang berarti 'kepalamu' dalam bahasa Jawa untuk menegur mereka yang melontarkan kritik itu.
"Ada orang-orang pintar (yang bilang) kabinet ini terlalu gemuk. Ndasmu," sindir Prabowo di hadapan para audiens, dikutip dari video pidato kepresidenan, Selasa (18/2/2025).
Seorang influencer sekaligus pegiat akademis Fathian Hafiz sontak menyatakan bahwa Prabowo terjebak dalam logical fallacy
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan logical fallacy? Apa saja cirinya?
Presiden RI terjebak dalam sesat pikir?
Baca Juga: Gibran Vs Prabowo di Pilpres 2029? Pengamat: Sangat Realistis!
Logical fallacy yang disinggung oleh Fathian Hafis tak lain adalah sebuah bentuk sesat pikir, sebagaimana yang telah dijabarkan dalam buku How to Win Every Argument: The Use and Abuse of Logic karya Madsen Pirie.
Sesat pikir adalah bagaimana seseorang salah mengambil kesimpulan dalam sebuah argumen atau debat.
Seorang juga dapat jatuh dalam sesat pikir ketika ia membela argumen atau pendapatnya dengan mengalihkan fokus dari poin pendapatnya ke hal lain.
Beberapa mendefinisikan sesat pikir sebagai upaya yang salah saat seseorang membela pendapatnya dengan tak fokus memperkuat argumennya.
Sebagai contoh, seseorang jatuh ke sesat pikir ketika ia menyerang orang yang berdebat dengannya dengan mengungkit hal-hal yang tak relevan dengan pendapatnya.
Ia akan mengungkit fisik, atau latar belakang sosial lawan debatnya, seperti mengungkit agama, suku, maupun usia. Latar belakang sosial tersebut digunakan untuk menyalahkan argumen si lawan debat, misalkan seorang tak menerima argumen orang lain karena ia adalah anggota suku tertentu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
7 Rekomendasi Parfum Wangi Ringan yang Fresh di Indomaret untuk Guru
-
5 Serum Vitamin C untuk Ibu Rumah Tangga, Bye-bye Kusam dan Tanda Penuaan Kulit
-
Lompatan Baru Wisata Jakarta: Destinasi Terintegrasi dari Pantai, Mangrove, hingga Outbound
-
5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
-
OMG Creator Fest 2025, Ruang Kreatif Baru untuk Mendorong Perempuan Muda Berkarya dan Berkarier
-
Wangi Nusantara, Ini 7 Merek Parfum Indonesia yang sedang Naik Daun!
-
10 Rekomendasi Bedak untuk Ibu Rumah Tangga yang Mencerahkan dan Anti Menor
-
10 Ide Buket Hari Guru yang Murah tapi Tetap Cantik dan Berkesan
-
5 Rekomendasi Tone Up Cream untuk Mencerahkan Kulit Instan, Mulai Rp20 Ribuan
-
KUIS Uji Nyali: Tebak Nama Gunung-Gunung Megah Ini