Suara.com - Pesisir Kabupaten Sabu Raijua semakin terancam. Penambangan pasir yang tak terkendali menjadi biang kerok utama. Abrasi kian parah. Pantai rusak, kehidupan warga terganggu.
Mama Jubina Wila merasakannya langsung. Ia tinggal di tepi pantai. Rasa takut menghantui tiap hari.
"Jujur ya, saya takut. Takut suatu saat kami nggak bisa tinggal di sini lagi. Dulu kami masih bisa menyeberang, sekarang susah. Abrasi makin melebar tiap tahun," ungkap Mama Jubina.
Ketakutan itu bukan sekadar kecemasan. Abrasi telah menggerus daratan, mengancam rumah ibadah, dan menyulitkan nelayan mencari ikan.
Pada peringatan Hari Bumi 2025, tema "Our Power, Our Planet" diwujudkan dalam aksi nyata. Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sabu Raijua dan warga menanam mangrove di Pantai Wuihebo.
Kepala Bidang DLH Sabu Raijua, Dedi Syamhadi, menyoroti bahwa meskipun data pencemaran belum tersedia, dampaknya sudah tampak jelas.
"Pencemarnya bukan pabrik. Tapi penambang liar, itu yang paling sering. Mereka ambil pasir di tepi pantai," ujarnya.
DLH menyambut baik kolaborasi dengan LSM. Harapannya, kerja sama ini berlanjut. Termasuk penyediaan bibit mangrove dari DLH untuk penanaman bersama warga.
"Kami juga punya pembibitan. Kalau bisa, LSM ambil dari kami, tanam bareng-bareng," tambah Dedi.
Baca Juga: Hari Bumi 2025, Telkom Komitmen untuk Manfaatkan Energi Terbarukan demi Masa Depan Berkelanjutan
Saat ini, DLH memang masih fokus pada pandan laut. Tapi mangrove dinilai krusial untuk melindungi pantai dari abrasi. Dedi berharap masyarakat sadar akan bahaya penambangan.
"Kalau tidak ada mangrove, abrasi makin parah. Kesadaran warga penting, supaya kita bisa tanam dan jaga mangrove sama-sama," tegasnya.
Ironisnya, banyak lokasi tambang pasir dulunya adalah lahan mangrove. Kini, fungsinya hilang. Gelombang musim barat memperparah kerusakan.
Dengan anggaran terbatas, harapan terbesar adalah kesadaran masyarakat.
"Kalau pasir terus ditambang, pulau ini makin hari makin hilang. Kalau pun sudah rusak, ya kita harus rehabilitasi bareng-bareng," ucap Dedi.
Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, Sidi Rana Menggala, menyebut Hari Bumi sebagai momen menyatunya manusia dan alam. Bagi Sidi, pelestarian harus dilakukan di tingkat komunitas.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Rotan, Warisan Nusantara yang Mendunia Lewat Sentuhan Brand Lokal dan Kolaborasi Global
-
7 Rekomendasi Sunscreen Buat Upacara Hari Pahlawan, Harga ala Dana Pelajar
-
5 Pilihan Parfum Aroma Gardenia untuk Kesan Feminin Kuat, Cocok bagi Wanita Percaya Diri
-
SMA 72 Jakarta Akreditasinya Apa? Ini Profil Sekolah yang Disorot usai Ledakan di Masjid
-
5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
-
Kreasi Chef dan Mixologist Bali Mendunia, Bawa Pulang Penghargaan Kuliner Asia Pasifik
-
Ketika Kisah Cinderella Diceritakan Kembali Lewat Balet Klasik Bernuansa Modern
-
Kulit Kusam Bikin Gak Pede? Ini Penyebab dan Solusi Jitu yang Bisa Kamu Coba
-
Modest Fashion Go International! Buttonscarves Buka Gerai Eksklusif di Jewel Changi
-
4 Tips Menyimpan Sunscreen agar Tak Cepat Rusak, Biar Tetap Efektif Lindungi Kulit!