Suara.com - Jalan Sahrul, 26 tahun, berbeda. Arus modernisasi dan daya tarik kota tak bikin matanya silau. Tetap, dia setia kepada pertanian dan pelestarian tradisi penyadapan nira di tanah kelahirannya: Desa Bajiminasa, Kecamatan Rilau Ale, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Sahrul membuktikan diri bahwa profesi penyadap nira memiliki potensi dan nilai yang tak kalah menarik bagi generasi muda. Pembuktian itu di tengah pandangan umum yang acapkali mengaitkan profesi tersebut identik dengan usia sepuh.
Lahir pada tahun 1999 di Bijiminasa, pria yang beken disapa Calul dengan nama plesetan khas Bugis, memulai perjalanan sebagai petani penyadap nira sejak mengenyam pendidikan di bangku SMA, circa tahun 2016-2017.
Pengetahuan menyadap nira merupakan warisan dari kakek ke bapaknya hingga kemudian diajarkan langsung oleh sang paman. "Mulai nyoba nyadap itu di 2016-2017. Awal-awal belajar itu. Pas SMA itu sudah mengenal," kenangnya.
Ia tertarik pada proses penyadapan aren setelah melihat pamannya menyadap di kebun aren dekat rumah. Rasa penasaran itu muncul ketika ia menyadari bahwa nira adalah bahan dasar gula merah.
Hampir sembilan tahun sudah, Sahrul berkecimpung dalam dunia penyadapan nira. Dia mengakui bahwa produktivitasnya tidak selalu konstan. Ada waktu dia tidak produktif dan harus menunggu musim yang tepat agar nira kembali berlimpah.
"Kemarin sempat juga bertani aren, tapi sekarang akhirnya lagi apa. Lagi tidak produktif. Jadi nunggu musim untuk lebih produktif lagi," ujarnya.
Namun, hal ini tidak menyurutkan semangatnya. Sahrul juga menuturkan pengalaman pertamanya memanjat pohon aren yang tingginya mencapai 5-10 meter. Memang deg-degan, tapi dia terbiasa memanjat pohon lain seperti panen cengkeh. Tantangan itu bisa diatasi.
Dorongan terbesar Sahrul untuk terus melestarikan tradisi penyadapan nira datang dari komunitas. Ia aktif berdiskusi dengan teman-teman yang memiliki jaringan dan komunitas peduli kearifan lokal.
Baca Juga: Perkawinan Anak Tinggi, Provinsi Sulsel Jadi Sorotan Menteri PPPA
"Mungkin karena pengaruh komunitas kan kita sering berdiskusi sama beberapa teman-teman yang sudah berjaring dan ada komunitas. Di situlah mungkin saya lebih tahu lebih banyak soal manfaat nira, nilai kearifan lokalnya, nilai kebudayaannya," jelas Sahrul.
Sahrul juga merupakan bagian dari komunitas kelas konservasi di desanya, Bulolohe, yang bernama DMT (Dana Mitra Tani). Komunitas ini berfokus pada pelestarian kebudayaan, seperti penyadapan nira oleh petani aren, mengenali tanaman endemik, dan peduli lingkungan.
"Kelas konservasi ini lebih kepada melestarikan hal-hal yang ada, misal kebudayaan, soal penyadapan nira yang dilakukan oleh petani aren, kemudian mengenali tanaman-tanaman endemik, kemudian peduli soal lingkungan yang kami lakukan," tambahnya.
Sebelum fokus penuh pada pertanian, Sahrul sempat bekerja di perusahaan di Bantaeng. Kendati begitu, kehidupan monoton dengan target omset bikin dia terasing dari masyarakat dan kehilangan esensi sebagai pemuda. Dia pun memilih kembali ke desa dan menekuni pertanian karena lebih bebas dan bisa berinteraksi lebih banyak dengan masyarakat.
"Saya lebih bebas dan lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat tentang pertanian karena kemarin kehidupan yang monoton di perusahaan itu ngejar target omset dan sebagainya itu seiring membuat saya tidak eksis di tengah masyarakat sebagai pemuda," ungkapnya.
Bagi Sahrul, melestarikan tradisi penyadapan nira adalah bagian dari identitasnya sebagai anak dari keluarga petani aren.
Berita Terkait
-
Perkawinan Anak Tinggi, Provinsi Sulsel Jadi Sorotan Menteri PPPA
-
Wisata Kebun Gowa, Tempat Liburan Affordable Cocok untuk Wisata Keluarga
-
Tren Gaya Hidup Sehat Kian Digemari, BRI Berdayakan UMKM Manfaatkan Peluang di Industri Gula Aren
-
Viral! Pendaki Wanita Histeris di Gunung Bulu Bialo, Tersesat Karena...
-
7 Kuliner Khas Makassar yang Wajib Dicicipi saat Liburan, Dari Coto hingga Barongko
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
Pilihan
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
Terkini
-
Event Lari Berdampak Bagi Pelestarian Hijau, Mandatalam Earth Run 2025 Tanam 2.000 Bibit Pohon
-
5 Rekomendasi Sepatu Lokal Sekelas Adidas yang Murah untuk Anak Sekolah
-
Ketika Anabul Jadi Keluarga, Hadir Tren Perhiasan Bertema Kasih Sayang untuk Hewan Peliharaan
-
Pandji Pragiwaksono Lulusan Apa? Minta Maaf Imbas Candaan Singgung Adat Toraja
-
Sanksi Menyebarkan Soal TKA 2025 Bagi Peserta dan Petugas Ujian: Bisa Langsung Diskualifikasi
-
12 Tata Tertib Peserta TKA 2025 dan Konsekuensi Melanggar
-
Ideafest 2025 Digelar 3 Hari, Gerakan Kolektif Dorong Inovasi Industri Kreatif dan Wariskan Budaya
-
5 Serum Retinol untuk Lawan Tanda Penuaan Bagi Wanita Usia 30-an, Mulai Rp20 Ribuan
-
5 Rekomendasi Lip Balm Terbaik untuk Pelari, Harga Murah Dapat Perlindungan Maksimal!
-
3 Serum Retinol untuk Menyamarkan Garis Halus bagi Pemula