Lifestyle / Food & Travel
Kamis, 25 September 2025 | 12:57 WIB
Sejumlah pengunjung sedang membeli sate kere pada pagelaran Pasar Kangen 2025 di Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (23/9/2025). (dok. Pribadi/Gradciano Madomi Jawa)

Suara.com - Sore yang terik di Yogyakarta tidak menyurutkan langkah ribuan pengunjung menuju Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Selasa (23/9/2025). Sejak pukul 16.00 WIB, area di Jalan Sriwedani No.1 sudah dipadati pengunjung yang ingin menikmati suasana Pasar Kangen Jogja 2025.

Kegiatan tahunan ini diadakan dari tanggal 18 hingga 24 September 2025, dengan melibatkan 218 pedagang terpilih dari total 1.136 pendaftar.

Suasana Pasar Kangen sulit digambarkan hanya dengan kata-kata. Dari sore hingga malam hari, telinga pengunjung disuguhi alunan gamelan, pertunjukan tari tradisional, hingga lagu keroncong.

Sementara mata dimanjakan pemandangan lampu teplok dan hiasan bambu yang memperkuat nuansa tempo dulu.

Begitu malam menjelang, aroma sate kere, tiwul, dan kerak telor kian kuat terbawa angin. Asap tipis dari panggangan bercampur wangi bumbu kacang membuat siapa pun tergoda untuk ikut mengantri.

Pengunjung pun berbaur, dari anak-anak, anak muda, hingga orang tua. Ribuan orang dengan antusias datang mengunjungi pasar Kangen untuk mencoba kuliner tradisional sambil mencari barang-barang jadul dan menonton pertunjukan budaya.

Saking padatnya pengunjung, untuk bergerak dari tenant satu ke tenant yang lain memakan waktu yang lama.

Event tahunan ini bukan sekadar bazar, melainkan pesta nostalgia yang selalu dinanti warga Jogja maupun wisatawan.

Acara ini menjadi mesin waktu yang membawa kembali kenangan rasa, suara, dan suasana kota Yogyakarta tempo dulu dengan berbagai jajanan tradisional, barang-barang antik, serta penampilan budaya.

Baca Juga: Es Goyang 'Iki Panggung Sandiwara', Jajanan Jadul Naik Kelas di Pasar Kangen Jogja

Tahun 2025, mereka kembali hadir dengan tema yang sarat makna: “nandur apa sing dipangan, mangan apa sing ditandur” atau dalam bahasa Indonesia berarti “menanam apa yang dimakan, makan apa yang ditanam.”

Tema tersebut bukan sekadar slogan. Tahun ini, Pasar Kangen menekankan pentingnya kedaulatan pangan, keberlanjutan lingkungan, serta gaya hidup selaras dengan alam.

Bagi masyarakat Jogja, Pasar Kangen bukan hanya tempat jajan, melainkan juga ruang nostalgia dan edukasi.

Kuliner Lawas dan Jati Diri Budaya Jogja

Mas Momo berada di tenant miliknya. Ia menjual Adrem, jajanan khas Bantul (DocsPribadi/Gradciano Madomi Jawa)

Salah saya daya tarik utama dari Pasar Kangen adalah kuliner khas Yogyakarta yang sulit ditemui di luar pasar tradisional.

Dari puluhan tenant yang berjajar, ada tiga kisah penjual yang menegaskan bahwa makanan tradisional bukan hanya soal perut, melainkan juga soal jadi diri kebudayaan dan edukasi pangan.

1. Adrem

Adrem merupakan dari campuran tepung beras, kelapa parut, dan gula merah yang dilelehkan (DocsPribadi/Gradciano Madomi Jawa)

Di sudut area kuliner, terdapat tenant yang menjual Adrem, makanan khas Bantul. Terlihat Mas Momo, pedagang asal Sewon, Bantul, sibuk melayani para pembeli yang ingin membeli adrem.

Bentuk makanan ini unik, bulat pipih dengan warna cokelat keemasan. Adrem dibuat dari campuran tepung beras, kelapa parut, dan gula merah yang dilelehkan. Selain itu, ia juga menjual cucur tradisional.

“Kalau cucur modern biasanya pakai gula pasir, saya tetap pakai gula jawa biar ada rasa tradisionalnya,” ujar Mas Momo sambil tersenyum.

Ia sudah berjualan di Pasar Kangen sejak 2019. Alasannya sederhana: ingin memperkenalkan adrem kepada generasi muda.

“Banyak anak muda di luar Bantul tidak kenal makanan ini. Padahal enak banget kalau ditemani teh atau kopi,” tambahnya. Ia berharap Pasar Kangen membuat lebih banyak orang tahu, lalu jatuh cinta pada camilan sederhana ini.

2. Jenang Jagung Mbah Bayan

Tenant jajanan Jenang Jagung Mbah Bayan (DocsPribadi/Gradciano Madomi Jawa)

Sedikit masuk ke dalam area pasar, Bu Uci Handayani melayani pengunjung dengan sabar. Jenang buatannya diberi nama Jenang Jagung Mbah Bayan. Resep ini diturunkan dari kakek dan neneknya. Mereka sudah jualan menu ini di pasar tradisional dari tahun 1970-an.

Jagung yang mereka olah berasal dari petani lokal. Kemudian ditumbuk halus, lalu dimasak dengan kelapa parut. Resep tersebut kemudian diolah menjadi hidangan bubur bercita rasa manis gurih.

“Kalau temanya kedaulatan pangan, ya cocok. Jagung dan umbi itu bisa jadi pengganti nasi,” tambahnya.

3. Sate Kere Munggah Bale

Sate kere merupakan salah satu makanan tradisional yang dikenal di Yogyakarta dan di Solo (DocsPribadi/Gradciano Madomi Jawa)

Selain itu, ada Pak Kucil Birowo yang menjual sate kere dengan nama “Sate Kere Munggah Bale.” Sate kere merupakan salah satu makanan tradisional yang dikenal di Yogyakarta dan di Solo. 

Sate kere terbuat jeroan sapi seperti paru dan usus sapi. Sate ini juga dilengkapi dengan bumbu kacang atau sambal kecap yang sama seperti sate pada umumnya.

Selain menjual sate kere yang berbahan lemak, beliau juga menjual beberapa alternatif seperti sate ayam, sate koyor, serta sate bakso bagi pembeli yang tidak menyukai lemak.

“Saya sudah jualan di Pasar Kangen sejak 2015. Setiap tahun ikut, kecuali waktu pandemi,” ujarnya.

Menurutnya, kehadiran makanan tradisional di pasar kangen bukan hanya sebagai bahan jajan, melainkan juga sebagai edukasi budaya.

“Kuliner itu juga bagian dari budaya. Jadi konsep pasar kangen ini adalah tempat edukasi budaya bagi pengunjung, khususnya bagi anak muda maupun para mahasiswa yang merantau ke Jogja” katanya.

"Kami rasa kalau belum ikut pasar kangen itu, kayak belum punya kebanggaan. Ini kemudian menjadi passion untuk kami agar membuat pasar kangen dikenal. Kalau misalnya kita lihat ada anak muda yang makan tiwul sambil jalan itu kan ada rasa gembira dan bahagia bagi saya,” tambahnya.

Bagaimana Kata Pengunjung?

Para pengunjung bahkan telah memadati acara Pasar Kangen mulai dari sore hari (DocsPribadi/Gradciano Madomi Jawa)

Bagi Mita, mahasiswa asal Palembang yang baru pertama kali datang ke pasar Kangen, pengalaman ini terasa segar.

“Aku penasaran karena sering lihat di media sosial. Ternyata seru banget, bisa coba makanan yang belum pernah aku makan selama di Jogja,” katanya.

Sementara bagi Bu Ninik, warga asli Jogja, Pasar Kangen adalah mesin waktu.

“Kerasa banget nostalgianya. Beberapa makanan yang dulu sering saya makan waktu kecil, sekarang ada lagi di sini. Sekarang makannya hanya ada di pasar tradisional,” ujarnya.

Bagi yang baru pertama kali datang, ada beberapa menu yang wajib dicoba. Pertama, adrem Bantul yang manis legit, cocok disantap dengan teh panas. Kedua, jenang jagung, bubur sederhana dengan rasa gurih alami.

Ketiga, sate kere, kuliner rakyat yang kini naik kelas sebagai ikon budaya. Jangan lupa cicipi juga minuman khas seperti wedang uwuh atau jus tebu untuk melengkapi pengalaman.

Datanglah menjelang sore agar sempat menikmati suasana terang dan malam. Jika ingin lebih santai, pilih hari biasa karena akhir pekan biasanya jauh lebih padat. Dan tentu saja, siapkan kamera—setiap sudut Pasar Kangen begitu instagramable.

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

Load More