Bisnis / Makro
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:25 WIB
Banjir Sumatra (Instagram/suaradotcom)
Baca 10 detik
  • Bencana Sumatera 2025 diprediksi CORE Indonesia mengoreksi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar -0,02 persen akibat lumpuhnya aktivitas signifikan.
  • Dana pemulihan infrastruktur fisik diperkirakan mencapai Rp77,4 triliun, jauh melampaui biaya pencegahan tahunan yang minim.
  • CORE mendesak penetapan status bencana nasional agar membuka akses pendanaan tambahan untuk pemulihan wilayah terdampak.

Suara.com - Bencana besar yang melanda wilayah Sumatera pada 2025 bukan sekadar tragedi kemanusiaan, tetapi juga menjadi peringatan keras bagi perekonomian nasional. 

Lembaga riset ekonomi CORE Indonesia menilai dampak bencana ini akan menekan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, sekaligus membuka kembali persoalan klasik: mahalnya biaya pemulihan akibat minimnya investasi pencegahan.

CORE Indonesia memperkirakan bencana Sumatera 2025 akan mengoreksi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar -0,02 persen. 

Tekanan tersebut berasal dari lumpuhnya aktivitas ekonomi di tiga provinsi terdampak—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—yang secara agregat menyumbang sekitar 9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Tak hanya itu, 52 kabupaten dan kota yang terdampak langsung berkontribusi sekitar 5,9 persen PDB nasional, sehingga perlambatan di wilayah ini memiliki efek rambatan yang signifikan terhadap kinerja ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Kondisi tersebut membuat target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah untuk 2025 dan 2026 kian menantang.

CORE memproyeksikan Aceh akan menanggung dampak terdalam dengan koreksi pertumbuhan mencapai -0,44 persen, disusul Sumatera Barat -0,36 persen, dan Sumatera Utara -0,15 persen.

Dari sisi dunia usaha, tekanan bencana ini turut memangkas investasi dan penyerapan tenaga kerja, terutama di sektor-sektor kunci. 

Konstruksi dan transportasi tercatat sebagai sektor yang paling tertekan, seiring rusaknya infrastruktur dan terhentinya mobilitas ekonomi.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Didorong Pertumbuhan Ekonomi AS dan Kekhawatiran Risiko Pasokan

Ironisnya, biaya yang harus dikeluarkan negara untuk pemulihan justru melonjak tajam. 

CORE memperkirakan kebutuhan dana rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur fisik mencapai sekitar Rp77,4 triliun. 

Angka ini mencapai 30 kali lipat dibandingkan biaya pencegahan yang diperkirakan hanya Rp2,6 triliun per tahun, termasuk untuk reforestasi dan peremajaan perkebunan.

Nilai tersebut belum memperhitungkan kerugian non-fisik, seperti terhentinya aktivitas ekonomi rumah tangga, trauma psikologis masyarakat, hingga ketertinggalan pendidikan anak-anak di wilayah terdampak.

Dengan kondisi fiskal daerah yang terbatas, CORE mendesak pemerintah pusat untuk segera menetapkan status bencana nasional. 

Rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) di 52 kabupaten/kota terdampak hanya sekitar Rp159,9 miliar, jauh di bawah kebutuhan pemulihan yang rata-rata mencapai Rp700 miliar per daerah.

Load More