Lifestyle / Komunitas
Rabu, 15 Oktober 2025 | 18:40 WIB
Pondok Pesantren Lirboyo. [lirboyo.net]
Baca 10 detik
  • Pondok Pesantren Lirboyo Kediri menjadi sorotan setelah tayangan “Xpose Uncensored” dinilai merendahkan martabat pesantren dan ulama melalui narasi yang tidak etis.

  • Sistem pendidikan di Lirboyo terdiri dari dua pendekatan utama: klasikal yang terstruktur melalui jenjang madrasah, dan non-klasikal yang berbasis metode weton dan sorogan.

  • Metode pemaknaan “utawi iku” dalam pembelajaran kitab kuning melatih santri dalam ketepatan harakat, susunan kalimat, dan pemahaman kosakata secara mendalam.

Lembaga ini berfungsi sebagai tahap persiapan bagi santri baru sebelum memasuki jenjang pendidikan formal di tahun ajaran berikutnya.

Setelah menyelesaikan I’dadiyah, santri dapat melanjutkan ke jenjang ibtida’iyyah, tsanawiyyah, atau aliyah, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya.

Sistem Non-klasikal

Pendidikan non-klasikal di Pondok Pesantren Lirboyo menerapkan dua metode utama, yaitu weton (bandongan) dan sorogan.

Metode weton dilakukan dengan cara kyai atau ustadz membacakan serta menjelaskan isi Kitab Kuning, sementara santri menyimak dan memberi makna pada teks.

Sebaliknya, metode sorogan melibatkan santri yang membaca langsung di hadapan guru, lalu mendapatkan koreksi, penjelasan, dan bimbingan sesuai kebutuhan.

Kedua pendekatan ini sama-sama menekankan pemahaman mendalam terhadap ilmu, saling melengkapi, dan digunakan baik dalam pembelajaran Al-Qur’an maupun Kitab Kuning.

Dalam metode sorogan, santri membacakan isi Kitab Kuning beserta maknanya di hadapan guru yang disebut Penyorog. Pemaknaan biasanya dilakukan dengan gaya khas Jawa seperti metode “utawi iku”.

Sementara itu, Penyorog bertugas menyimak, mengoreksi kesalahan, dan sesekali membenarkan cara baca yang kurang tepat, sehingga proses belajar berlangsung secara personal dan mendalam.

Baca Juga: Atalia Praratya dari Partai Apa? Geger Rumahnya Digeruduk Santri

Melalui metode pemaknaan “utawi iku”, santri mendapatkan pelatihan dalam tiga aspek penting, yaitu:

1. Ketepatan harakat, baik pada tiap kata (mufradat) maupun dalam konteks i’rab.

2. Ketepatan tarkib, yakni susunan kata dalam kalimat yang menyerupai struktur S-P-O-K (Subjek–Predikat–Objek–Keterangan) dalam bahasa Indonesia.

3. Ketepatan makna mufradat atau pemahaman kosakata secara individual.

Metode ini tidak hanya melatih kemampuan membaca, tetapi juga memperkuat pemahaman gramatikal dan semantik dalam kajian Kitab Kuning.

Load More