Suara.com - Reklamasi di pantai utara Jakarta menjadi polemik setelah aroma suap dari pengembang menyeruak dan menjerat bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M. Sanusi. Muncul desakan dari DPR RI agar pemerintah menghentikan proyek tersebut. Di DPRD DKI Jakarta sendiri, sekarang para anggota dewan tidak mau melanjutkan pembahasan aturan reklamasi.
Tetapi Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tetap optimistis proyek reklamasi untuk 17 pulau itu akan terus berlanjut. Dia menilai Presiden Joko Widodo tidak mempermasalahkan reklamasi.
"Saya kira secara prinsip Presiden pernah jadi gubernur, bagi Presiden reklamasi nggak ada yang salah. Seluruh dunia ada reklamasi," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Walaupun tak melarang proyek reklamasi, Ahok mengaku telah diminta Presiden Jokowi untuk memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan, terutama dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.
"Yang penting jangan merusak lingkungan kata presiden, kedua jangan sebabkan banjir sesuai lah, terus porsi biaya tambahan harus ada. Presiden saat jadi gubernur bilang saya dari masih wagub udah ribut sama pengembang. Pengembang saat itu tawarkan sejuta per meter, ya nggak bisa dong. Kita harus bicara berapa persen dari NJOP," kata Ahok.
Ahok juga diminta Jokowi untuk memikirkan dari sisi sosial juga, misalnya menyediakan hunian di pulau-pulau tersebut untuk tempat tinggal mereka yang bekerja di sana.
"Presiden sederhana saja, jangan kejadian bikin pulau nanti orang yang kerja di situ datang dari Tangerang, Bekasi, Depok nggak ada rumah. Di sini ada fasum 45 persen, ada tanah komersil lima persen, masa harus pakai APBD bangun fasum fasos di pulau, ya keenakan dong pengembang," kata Ahok.
Ahok memandang reklamasi tersebut sebenarnya menguntungkan pemerintah, terutama dari sisi pendapatan asli daerah.
"Fasum fasos 45 persen punya DKI, 5 persen gross pulau punya DKI, terus setiap tanah yang kamu jual kami minta uang, berapa jumlahnya kami suruh orang hitung," katanya.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Berita Terkait
-
Bukan Mees Hilgers, Klub Prancis Boyong Pemain yang Namanya Sunda Banget!
-
Nusron Ungkap Satu Keluarga Kuasai Tanah Seluas Dua Kali Jakarta, Ini Daftar 9 Raja Properti di RI
-
APLN Beri Proteksi Karyawan Melalui Asuransi Kesehatan Professional Group Health BRI Life
-
APLN Telah Bangun 70 Proyek Properti Selama 55 Tahun
-
Buka-bukaan Sekjen Kemnaker Soal Tantangan Masa Depan Ketenagakerjaan Indonesia
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'
-
Menkeu Purbaya hingga Dirut Pertamina Mendadak Dipanggil Prabowo ke Istana, Ada Apa?
-
Bukan Kursi Menteri! Terungkap Ini Posisi Mentereng yang Disiapkan Prabowo untuk Mahfud MD
-
Jerit Konsumen saat Bensin Shell dan BP Langka, Pertamina Jadi Pilihan?
-
Warga Jakarta Siap-siap, PAM Jaya Bakal Gali 100 Titik untuk Jaringan Pipa di 2026