Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menilai pengacara Setya Novanto, yakni Fredrich Yunadi, melakukan pelanggaran obstruction of Justice atau mengganggu proses peradilan secara utuh.
Koalisi itu terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI); KontraS; Indonesia Corruption Watch (ICW); LBH Pers; PBHI; ztruth; TII; Mak Pemuda Muhammadiyah; dan, GAK.
Aktivis koalisi itu, Kurnia Ramadhana, mengatakan setidaknya ada dua pelanggaran yang dilakukan Yunadi sebagai pengacara tersangka kasus dugaan korupsi dana KTP elektronik tersebut.
“Pertama, yaitu saat Yunadi menyarankan agar Novanto saat itu masih berstatus saksi, tidak menghadiri agenda pemanggilan KPK, karena harus menunggu izin tertulis dari Presiden Joko Widodo,” tutur Kurnia dalam pernyataan tertulis, Jumat (17/11/2017).
Ia mengatakan, Yunadi memberikan saran seperti itu kepada Setnov dengan mengacu pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang MD3.
Pasal itu tertulis “pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.”
Oleh Mahkamah Konstitusi, melalui putusan Nomor 76/PUU XIII/2014 MK, disebutkan frasa “Mahkamah Kehormatan Dewan” harus diganti menjadi “Presiden”.
Menurut Kurnia, Yunadi tidak tempat memaknai konstruksi Pasal 245 ayat 1 tersebut. Sebab, makna pasal itu adalah, surat izin presiden diperlukan kalau anggota DPR yang mau diperiksa itu sudah sebagai tersangka.
"Nah, frasa ‘diduga melakukan tindak pidana’ dalam Pasal 245 ayat 1 UU MD3 itu sebenarnya merujuk pada seseorang yang berstatus ‘tersangka’ bukan ‘saksi’,” kata Kurnia.
Baca Juga: Setnov Kecelakaan, Mungkinkah Fortuner Ringkih?
"Waktu itu, KPK tiga kali memanggil Setnov sebagai saksi untuk tersangka korupsi KTP elektronik Direktur Utama PT Quadra solution Anang Sugiana Sudihardjo, tapi tak hadir dengan alasan tak ada surat izin presiden,” tegasnya.
Kurnia melanjutkan, KPK juga tak memerlukan surat izin dari presiden untuk memanggil Setnov sebagai tersangka.
“Sebab, Pasal 251 ayat 1 yang menyebut harus ada surat izin presiden itu tidak berlaku untuk anggota DPR yang disangkakan melakukan pelanggaran pidana khusus seperti yang dijelaskan pada Pasal 245 ayat 3 huruf C,” terangnya.
Ia menjelaskan, “pidana khusus” yang dimaksud UU MD3 itu merujuk tindak pidana yang tak diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Kejahatan korupsi termasuk yang dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Ini terbukti dengan adanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang sudah diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Jadi, tipikor diatur di luar KUHP,” jelasnya.
"Jadi sudah jelas jika KPK ingin memanggil seorang anggota DPR yang berstatus sebagai saksi atau tersangka dengan dugaan melakukan tindak pidana korupsi tidak memerlukan izin dari Presiden," Kurnia menambahkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU