Suara.com - Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai Kelompok Separatis dan Teroris (KST). Setara Institute menilai pihak-pihak yang mendukung penyematan teroris semacam itu berpikiran sederhana dan pendek karena menganggap operasi pengejaran dan melumpuhkan kelompok bersenjata di Papua jauh akan lebih efektif.
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan realita yang terjadi di Papua tidak semudah itu. Ia menyebut ada pihak lain yang juga mendukung tapi memiliki agenda lain yang berkepentingan agar label teroris di negeri ini tidak semata pada kelompok kekerasan yang mengaku mewakili agama tertentu.
Bonar menuturkan ketiadaan definisi yang baku dan diterima secara internasional memang membuka ruang bagi setiap negara secara subyektif untuk mengkategorikan kelompok-kelompok yang dipandang mengancam keamanan dan kepentingan nasional sebagai organisasi teroris, diluar daftar organisasi teroris yang telah ditetapkan oleh PBB.
Dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2018 juga dijelaskan definisi terorisme dirumuskan secara luas dan multi interprestasi sehingga dimungkinkan adanya interpretasi yang membenarkan pelabelan itu.
"Setara Institute berpandangan dengan pelabelan organisasi teroris kepada kelompok bersenjata di Papua apalagi kemudian jika pelabelan itu melebar diberikan kepada kelompok pro kemerdekaan di Papua yang berjuang secara damai, tidak akan membantu bagi penyelesaian konflik di Papua tapi justru sebaliknya kontra produktif," kata Bonar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/4/2021).
Bonar menganggap pelabelan kelompok perlawanan di Papua tidak akan memutus siklus kekerasan yang telah berlangsung lama dan panjang.
Menurutnya, kegagalan aparat keamanan dalam melumpuhkan kelompok bersenjata selama ini lebih dikarenakan kurangnya dukungan dan kepercayaan dari rakyat setempat. Selain kondisi geografis dan pengenalan area di pegunungan sebagai kendala utama.
Oleh demikian, Bonar menganggap patut dipikirkan implikasi dari pelabelan tersebut. Kalau misalkan melabel TPNPB di Papua sebagai teroris, itu sama saja dengan menutup ruang negosiasi dan perundingan.
Justru yang dikhawatirkan ialah berakibat pada eskalasi kekerasan akan meningkat dan dampaknya buruk bagi rakyat setempat.
Baca Juga: Kronologis Istri Habib Bahar bin Smith Kecelakaan, Jihana Roqayah Meninggal
"Mereka terpaksa mengungsi untuk mencari selamat, kehilangan penghasilan ekonomi, anak-anak tidak bersekolah, kesehatan dan sanitasi lingkungan terganggu serta hal lain-lain," tuturnya.
Kemudian, pelabelan teroris juga akan menambah luka sosial rakyat Papua. Karena, mereka akan merasa pelabelan ini bukan hanya untuk kelompok bersenjata Papua tetapi rakyat Papua secara keseluruhan. Selama ini mereka merasa didiskriminasi dan mengalami perlakuan rasisme. Sekarang bertambah dengan label teroris.
"Dampak psikologi sosial semacam ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Pendekatan keamanan dan kesejahteraan fisik tanpa dipadani pendekatan kultural dan psikologi sosial akan membuat penyelesaian konflik di Papua semakin jauh panggang dari api," ucapnya.
Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) kini menyebut Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua.
Sebutan itu digunakan BIN saat mengabarkan tewasnya Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha.
Putu Danny tewas saat melakukan kontak tembak dengan KST di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (25/4/2021). Kontak tembak itu terjadi karena KST Papua melakukan penghadangan dan penyerangan terhadap rombongan Kabinda.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Nama PBNU Terseret Kasus Haji, KPK Buka Suara: Benarkah Hanya Incar Orangnya, Bukan Organisasinya?
-
Rentetan Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis, DPD Minta BGN Kurangi Jumlah Penerima MBG
-
Asmara Berujung Maut di Cilincing: Pemuda Tewas Dihabisi Rekan Sendiri, Kamar Kos Banjir Darah!
-
Video Gibran Tak Suka Baca Buku Viral Lagi, Netizen Bandingkan dengan Bung Hatta
-
KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan
-
Nabire Diguncang Gempa Berkali-kali, Jaringan Internet Langsung Alami Gangguan
-
KPK Sita Uang Hingga Mobil dan Tanah dari Dirut BPR Jepara Artha dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Terungkap! Modus Oknum Kemenag Peras Ustaz Khalid Basalamah dalam Kasus Kuota Haji
-
PWNU DKI Ingatkan soal Transformasi PAM Jaya: Jangan Sampai Air Bersih Jadi Barang Dagangan
-
Satgas PKH Tertibkan Tambang Ilegal di Maluku Utara: 100 Hektar Hutan Disegel, Denda Menanti!