Baru-baru ini sejumlah pihak menggelar aksi di berbagai wilayah seperti di Manokwari, Jaya Pura, Sorong, Ambon, Malang, Surabaya dan Makassar. Mereka coba menyampaikan aspirasi menuntut pembebasan Victor Yeimo dan mendeklarasikan hari rasisme dan refleksi dua tahun rasisme yang terjadi di Surabaya dan Malang pada 2019 lalu.
Namun, kata dia, apa yang teman-teman Papua dapatkan justru bukan aspirasi yang didengar, malah tindakan represi yang diterima. Sejumlah orang disebutkan Ambros mengalami luka-luka --kepala pecah bahkan ada yang ditembak-- akibat perlakuan represif aparat.
Belum lagi, dirinya lanjut bercerita soal pengalamannya melakukan aksi di Jakarta. Beberapa waktu lalu ia bersama teman-teman mahasiswa Papua melakukan aksi tolak RUU Otonomi Khusus Jilid II, namun ia menyebut aksi tersebut dibubarkan.
Ia mengatakan, aparat terkesan selalu mengerahkan milisi berupa organisasi masyarakat (ormas) untuk menganggu jalannya mahasiswa Papua menggelar aksi. Padahal, kata dia, jika ruang demokrasi itu ada, baik ormas maupun mahasiswa Papua diberikan saja fasilitas masing-masing untuk menyampaikan aspirasinya.
"Karena setiap orang berhak menyampaikan hak, menyampaikan pendapatnya. Justru ini tidak, malah kami diganggu-ganggu spanduk kami diambil. Atau dengan alasan harus rapid tes segala macam kami diangkut," tuturnya.
Ambros dengan nada yang meninggi lalu mengatakan bahwa ia dan pihaknya jika tak bicara isu Papua hingga permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) justru akan tetap mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang. Negara, kata dia, sudah memperlakukan orang Papua secara berlebihan dan melewati batas.
"Bagaimana kita mau dibilang 'kamu harus cinta Indonesia, sementara kami mengatasnamakan Indonesia saja kami berdarah terus'," tuturnya.
"Ini kan sudah abad ke 21 masa orang mau demo dituduh dengan hantu-hantu PKI atau hantu-hantu Taliban, hehe. Jadi kalau misalnya nanti Papua merdeka, kami tidak akan berhenti, aksi kami akan tetap lakukan terus," sambungnya.
Rasisme dan Kekerasan
Baca Juga: Baku Tembak di Ilaga, TPNPB-OPM Sebut TNI-Polri Telah Bakar Rumah-rumah Warga
Antropolog, I Ngurah Suryawan dalam persentasinya berkata, rasisme sudah membadan dalam sejarah kehidupan masyarakat rakyat Papua, melekat dalam ingatan kekerasan dan penderitaan, dan terekspresikan dalam gerakan sosial menuntut pembebasan dan kedaulatan.
Persentasi Ngurah disampaikan dalam diskusi daring bertajuk 'Akar Rasisme Dalam Pusara Konflik Papua', Kamis (19/8). Ia juga menyampaikan rasisme sebenarnya bisa dilawan. Yakni dengan cara memiliki nyali inferioritas dalam diri sendiri bagi orang Papua yang dikonstruksi oleh penjajah.
Kunci sebenarnya dari pernyataan itu adalah bisa mengendalikan diri sendiri. Rasisme juga tak luput dialami oleh Ambros. Mungkin stigmatisasi --pemabuk, buat onar, tukang pukul, hingga dibandingkan dengan hewan-- sudah jadi kudapan sehari-hari orang asli Papua.
Stigma Teroris Orang Papua
Bulan April lalu pemerintah lewat Menkopolhukam, Mahfud MD mengumumkan sikap pemerintah terhadap sederet penyerangan KKB di Papua kepada masyarakat sipil dan TNI-Polri. Mahfud MD menegaskan pemerintah menyatakan KKB sebagai teroris.
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris. Ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018," kata Mahfud Md dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Kamis (29/4).
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
Terkini
-
Remaja Perempuan Usia 15-24 Tahun Paling Rentan Jadi Korban Kekerasan Digital, Kenapa?
-
Vonis Tiga Mantan Bos, Hakim Nyatakan Kerugian Kasus Korupsi ASDP Rp1,25 Triliun
-
Selain Chromebook, KPK Sebut Nadiem Makarim dan Stafsusnya Calon Tersangka Kasus Google Cloud
-
Bikin Geger Tambora, Begal Sadis Ternyata Sudah Beraksi 28 Kali, Motor Tetangga Pun Disikat
-
Ketum Joman 'Kuliti' Isu Ijazah Jokowi: Ini Bukti Forensik Digital, Roy Suryo Kena UU ITE!
-
Korupsi Taspen Rugi Rp1 T, Kenapa KPK Cuma Pamer Rp883 M? Ini Jawabannya
-
BMKG Bunyikan Alarm Bahaya, Pemprov DKI Siapkan 'Pasukan Biru' hingga Drone Pantau Banjir Rob
-
Terjerat Kasus Korupsi Dinas PUPR, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten OKU Ditahan KPK
-
PSI Sorot Kinerja Pemprov DKI Atasi Banjir Rob Jakarta: Mulai Pencegahan dari Musim Kemarau
-
Jalani Sidang dengan Tatapan Kosong, Ortu Terdakwa Demo Agustus: Mentalnya Gak Kuat, Tiga Kali Jatuh