- Gagasan publik membeli hutan negara urung terlaksana karena bertentangan dengan UUD 1945 dan pernyataan resmi pemerintah.
- Konsep penggalangan dana bisa diterapkan pada lahan pribadi menggunakan model *Land Trust* melalui perantara NGO.
- Viralnya isu ini menandakan adanya krisis kepercayaan publik terhadap kemampuan negara dalam tata kelola kehutanan.
Suara.com - Sebuah lamunan yang diunggah di media sosial oleh kelompok aktivis lingkungan Pandawara Group sontak menjadi percakapan nasional. Ide sederhana namun kuat itu berbunyi: "gimana kalau masyarakat Indonesia bersatu berdonasi beli hutan-hutan agar tidak dialihfungsikan?".
Seruan yang lahir dari keresahan melihat bencana ekologis di Sumatra ini dengan cepat bergulir menjadi wacana serius. Pandawara bahkan mengajak publik untuk memulai dengan donasi "ceban pertama" dan menargetkan realisasi rencana besar ini pada 2026, dengan menggandeng NGO lingkungan berpengalaman.
Namun, di balik niat baik dan euforia publik, pertanyaan fundamental mengemuka. Bisakah hutan di Indonesia benar-benar 'dibeli' oleh publik? Dan jika bisa, apakah ini solusi ampuh melawan laju deforestasi, atau sekadar romantisme sesaat?
Legalitas di Atas Kertas: Menabrak Tembok Konstitusi?
Pertanyaan pertama dan paling mendasar adalah soal hukum. Secara aturan, gagasan membeli hutan negara oleh publik menghadapi tembok regulasi yang kokoh. Para ahli dan pemerintah sepakat dalam satu hal, hutan negara tidak bisa diperjualbelikan.
Dasar hukumnya adalah UUD 1945. Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Yuki Wardhana, menegaskan, "Sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, seluruh sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan dikuasai oleh negara, sehingga tidak dapat diperjualbelikan," ujarnya.
Konsep ini, menurutnya, membuat model pengelolaan hutan di Indonesia berbasis konsesi, di mana pemerintah sebagai pemilik dapat memberikan atau mencabut hak kelola, namun tidak menjual asetnya.
Sikap pemerintah pun tegas. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, secara lugas menolak ide tersebut.
"Hutan kan enggak boleh dijualbelikan, hutan itu bukan komoditas yang bisa dijual belikan," tegas Nusron.
Baca Juga: Kelapa Sawit: Sama-sama Pohon, tapi Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan
Ia menyarankan energi publik dialihkan pada gerakan menanam pohon atau reboisasi.
Sementara itu, Pakar Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), I Gusti Agung Made Wardhana, menambahkan nuansa penting.
Menurutnya, negara bukanlah pemilik hutan dalam artian privat yang bisa menjualnya.
"Kalau pun akan menggunakan model land trust, negara bukan pemilik hutan sehingga tidak bisa menjualnya kepada publik, kecuali menggunakan skema pemberian hak kelola dan itu pun bersifat terbatas," kata dia.
Jika Bukan Membeli, Lalu Apa? Membedah Konsep 'Land Trust'
Meskipun membeli kawasan hutan negara mustahil, konsep "patungan" ini bisa menemukan jalannya pada target yang berbeda, yakni lahan atau hutan milik pribadi/swasta yang terancam dialihfungsikan.
Di sinilah model Land Trust, seperti yang dijelaskan I Gusti Agung Made Wardhana, menjadi relevan. Model ini jamak diterapkan di Amerika Serikat.
Berita Terkait
-
Kelapa Sawit: Sama-sama Pohon, tapi Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan
-
Sampai Menahan Tangis, Nicholas Saputra Ungkap Keresahan Terdalam Soal Bencana Sumatra
-
Prabowo Perintahkan Menhut Cabut 22 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan Seluas 1 Juta Hektare
-
Banjir Aceh: Bukan Sekadar Hujan, tapi Tragedi Ekologis Hutan yang Hilang
-
Reforestasi Bukan Sekadar Menanam Pohon, Ini Upaya Memulihkan Ekosistem
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Peradilan Militer Dinilai Tidak Adil, Keluarga Korban Kekerasan Anggota TNI Gugat UU ke MK
-
Ria Ricis dan Selebriti Pandu Shopee Live Superstar, Jumlah Produk Terjual Naik Hingga 16 Kali
-
5 Kali Sufmi Dasco Pasang Badan Bela Rakyat Kecil di Tahun 2025
-
Kelola Sendiri Sampah MBG, SPPG Mutiara Keraton Solo di Bogor Klaim Untung hingga 1.000 Persen
-
Di Hadapan Kepala Daerah, Prabowo Ingin Kelapa Sawit Jamah Tanah Papua, Apa Alasannya?
-
Komnas Perempuan: Situasi HAM di Papua Bukan Membaik, Justru Makin Memburuk
-
Jaksa Agung: KUHP-KUHAP Baru Akan Ubah Wajah Hukum dari Warisan Kolonial
-
15 WN China Serang TNI di Area Tambang Emas Ketapang: 5 Fakta dan Kondisi Terkini
-
LBH: Operasi Militer di Papua Ilegal dan Terstruktur Sistematis Sejak 1961
-
YLBHI: Kekuasan Polri di Ranah Sipil Mirip ABRI Zaman Orde Baru