Suara.com - Toyota menilai mobil-mobil swakemudi masih memiliki risiko bahaya cukup tinggi dengan teknologi yang ada saat ini. Karena itu, pabrikan asal Jepang itu menegaskan, belum akan mengikuti jejak Tesla atau Google dalam waktu dekat.
Mengalihkan kendali manusia ke komputer dan teknologi kepintaran buatan saat ini, kata Toyota seperti diwartakan Automotive News beberapa waktu lalu, masih memiliki risiko keselamatan besar. Konsumen, menurut mereka, juga sama sekali tidak permisif terhadap insiden-insiden yang terjadi akibat kesalahan sistem autokemudi.
Hal ini berbeda dengan kecelakaan lalu lintas akibat kelalaian manusia, yang relatif lebih dapat ditoleransi oleh masyarakat. Kompetitor Volkswagen di pasar global ini mencontohkan angka kecelakaan di Amerika Serikat yang mencapai sekitar 39 ribu insiden per tahun yang kebanyakan karena kesalahan manusia.
"Membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya agar mesin dapat 'belajar', juga jarak yang teramat jauh dari jumlah pengetesan yang telah semua pihak lakukan saat ini, baik melalui simulasi maupun di jalan raya," kata CEO Toyota Research Institute Gill Pratt di sela-sela Consumer Electronics Show 2017, 5-8 Januari di Las Vegas, Nevada, AS.
"Tidak ada satupun pelaku industri otomotif ataupun teknologi informasi yang mendekati teknologi swakemudi level 5," ucap dia lagi.
Pernyataan Pratt, baik disengaja atau tidak, menyenggol rencana Tesla dan Google. Tesla, pada Oktober 2016, menyatakan bahwa mobil-mobil mereka yang diproduksi mulai bulan itu memiliki peranti keras yang dibutuhkan sebuah mobil swakemudi level 5. Google, pada Desember, memperkenalkan Chrysler Pacifica Hybrid yang diklaim sebagai mobil swakemudi level 5.
Toyota, lanjut dia, kini masih berfokus pada pembuatan mobil-mobil swakemudi level 2. Di level ini, otomatisasi pengendaraan ada di sektor steering, pengereman, serta akselerasi. Namun, mobil sangat perlu campur tangan dari sang pengemudi.
Toyota sendiri terus meriset plus mengembangkan mobil swakemudi di balik layar. Toyota Research Institute didirikan pada 2015 dan siap mengalokasikan 1 miliar dollar AS (Rp13,35 triliun) untuk merekrut ahli-ahli robotik, kepintaran artifisial, dan teknologi dari 'Negeri Paman Sam'.
Berita Terkait
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Intip Statistik Jay Idzes saat Sassuolo Hajar Lazio, Irak dan Arab Saudi Bisa Ketar-ketir
-
Kiper Timnas Indonesia Emil Audero Puncaki Save Terbanyak Serie A
-
Investor Mundur dan Tambahan Anggaran Ditolak, Proyek Mercusuar Era Jokowi Terancam Mangkrak?
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
Terkini
-
Bukan Ninja 250 Biasa! Inilah Engkongnya yang Lahir tanpa Rantai, Teknologi Jadul yang Bikin Kaget
-
Ongkos Minimal Setara Avanza? Intip Daftar Harga Motor Harley-Davidson di Indonesia
-
Update Harga Motor Kopling Yamaha Paling Gahar September 2025, Lengkap dengan Spesifikasi
-
10 Merek Mobil Ini Justru Makin Sepi Peminat, Ada yang Cuma Laku 1 Unit Saja
-
Sama-Sama Aerox 'Turbo', Kenapa Harga di Malaysia Jomplang Banget?
-
Scan QRIS Parkir Bisa Kuras Rekening? Kenali Ciri-Ciri Penipuannya
-
Atasi Macet TB Simatupang, Pemprov DKI Uji Coba Jalur Tambahan Tol Fatmawati
-
Daftar Daerah yang Masih Berlakukan Pemutihan Pajak Kendaraan 2025
-
Harga Motor Kawasaki September 2025: Dari Rp30 Juta Sampai Rp890 Juta, Ini Daftarnya
-
Destinator Laris, Penjualan Mitsubishi Tumbuh Double Digit