Suara.com - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengutip sebuah frasa Vivere Pericoloso, yang dalam bahasa Italia yang berarti "hidup penuh bahaya" atau "hidup menyerempet bahaya".
Kalimat ini pernah dikutip oleh Bung Karno dalam pidatonya di tahun 1964 silam. Tetapi tentu di sini saya tidak akan mengulas tentang pidato Bung Karno tersebut.
“Saya memilih kalimat tersebut sebagai judul saja. Karena bangsa ini memang sedang menyerempet bahaya. Tepatnya sejak Era Reformasi. Saat bangsa ini terbawa dalam suasana dan spirit anti Orde Baru. Sehingga ada anggapan yang tidak kita sadari, bahwa Sistem Demokrasi Pancasila kita samakan dengan Orde Baru,” ujarnya.
Sehingga di Era Reformasi muncul orang-orang yang menganggap dirinya The Second Founding Fathers. Lalu mendalilkan ilmu dan teori barat untuk dijejalkan ke dalam Konstitusi negara ini. Dengan dalih penguatan sistem presidensial, maka sistem bernegara di dalam Konstitusi diubah.
Celakanya perubahan itu justru meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi. UUD hasil perubahan telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi negara. Fakta tersebut bukan asumsi atau pseudoscience. Tetapi hasil kajian akademik.
Karena isi dari perubahan Konstitusi itu ternyata menjabarkan nilai individualisme dan liberalisme. Sehingga sistem perekonomian juga berubah menjadi ekonomi pasar yang kapitalistik.
“Didalilkan, penguatan sistem presidensial harus dilakukan melalui pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Agar presiden mendapat mandat langsung dari rakyat. Sehingga benar-benar presiden rakyat. Ternyata faktanya?,” terang La Nyalla.
Faktanya, presiden yang disodorkan kepada rakyat adalah pilihan Ketua Umum Partai Politik. Karena memang konstitusi mengatur seperti itu. Sehingga tidak salah apabila presiden disebut petugas partai.
Dalam penentuan calon presiden, para ketua partai yang bermusyawarah. Menimbang-nimbang dan membicarakan tentang bagaimana pembiayaan Pilpres Langsung yang begitu besar. Apakah sudah cukup sponsor atau belum? Dan seterusnya.
Lalu pemilihan presiden menjadi penyebab polarisasi. Bangsa ini terbelah. Perdebatan dan saling adu mulut tiada henti. Sehingga kebenaran menjadi relatif. Karena dibicarakan dari dua kutub dan dua cara pandang yang ultra subyektif. Dipenuhi dengan informasi yang tidak teruji. Kalimat tanpa definisi. Persis seperti yang terjadi di abad 5 sebelum masehi di Yunani, ketika negara itu dipenuhi pikiran-pikiran kaum Sofis.
Presiden terpilih memilih membagi kursi dengan partai politik sebanyak mungkin. Agar bisa bekerja lebih cepat melalui persetujuan-persetujuan politik dan Undang-Undang di DPR. Termasuk persetujuan atas ‘kebijakan balas budi’ terhadap pihak-pihak yang membantu dalam pemenangan Pilpres Langsung.
Fenomena ini akan terus terjadi. Kalau pun terjadi perubahan, hanyalah perubahan orang. Karena sistem bernegara ini telah membentuk siklus tersebut.
Sehingga salah satu tuntutan reformasi, yaitu penghapusan KKN, semakin ambyar. Karena faktanya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bukan malah membaik.
“Sudah saya sampaikan di dalam pidato Sidang Bersama MPR RI tanggal 16 Agustus 2023. Bahwa azas dan sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, belum pernah kita terapkan secara benar dan sempurna. Baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru. Karena itu, untuk menghindari praktek penyimpangan di masa lalu, maka perlu dilakukan penyempurnaan dan penguatan,” paparnya.
Menurutnya, kita kembalikan terlebih dahulu Konstitusi yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh para pendiri bangsa. Lalu kita lakukan Amandemen dengan Teknik Adendum. Sehingga tidak mengubah sistem bernegara, dan tetap taat pada azas.
Tag
Berita Terkait
-
Tekan Polusi Udara, Pemprov DKI Terapkan Kebijakan WFH untuk ASN
-
Istana Negara di IKN Sudah 20 Persen, Targetkan Kelar Agustus 2024
-
MAKI Soroti Potensi Kerugian Negara Rp 1,5 Triliun Akibat Larangan Perdagangan Online E-Commerce Dibawah 100 Dolar AS
-
Kembali ke Sistem Demokrasi Pancasila Dinilai Tidak Berarti Kembali ke Era Orde Baru
-
Intip Isi Suvenir dari Perayaan HUT RI di Istana Negara, Ada Apa Saja Ya?
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
Terkini
-
Mengenal Inovasi dan Manfaat Lelang bagi Perekonomian Nasional
-
Rakhano Rilis "Sempat Tak Sempat", Lagu Galau yang Bikin Susah Move On
-
Paramount Land Gelar Pesta Rakyat 'Sinergi dalam Satu Harmoni'
-
Edukasi dan Promosi Kelestarian Hutan, FSC Forest Week di Indonesia Resmi Diluncurkan
-
Pastry Chef Audrey Tampi Gelar Demo Masak Eksklusif di Jakarta
-
Custom Desain Cincin Pernikahan Jadi Tren, Buat Cinta Makin Jadi Lebih Bermakna
-
Meriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-79 dengan Tingkatkan Nasionalisme dan Eratkan Kebersamaan antar Karyawan
-
Rayakan HUT RI, Pergikuliner Festival Ruang Rasa Hadirkan Ragam Kuliner Indonesia di Central Park
-
Rayakan Hari Kemerdekaan Bersama Lebih dari 6000 Siswa dengan Berbagi Es Krim Gratis di Seluruh Indonesia
-
Terinspirasi HUT RI di IKN, The House of Arwuda Luncurkan Parfum Independence