Suara.com - Facebook, pada awal pekan ini, mengaku bahwa media sosial merupakan ancaman potensial terhadap demokrasi. Pengakuan ini diutarakan media sosial terbesar di dunia itu setelah dihantam kritik bertubi-tubi terkait perannya dalam menyebarkan kabar bohong dalam proses politik penting di seluruh dunia.
Salah satu kritik yang dialamatkan pada Facebook adalah ketika media sosial itu menjadi alat agen-agen Rusia untuk menyebarkan berita bohong alias hoax dalam pemilihan presiden Amerika Serikat dan jajak pendapat jelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 2016 lalu.
Dalam sebuah tulisan di blog resmi, kepala bidang hubungan masyarakat sipil Facebook, Samidh Chakrabarti, mengakui bahwa pihaknya telah melihat kerusakan yang telah disebabkan oleh internet terhadap demokrasi, bahkan di negara yang sistem demokrasinya paling bagus sekalipun.
"Pada 2016 kami di Facebook memang terlalu lamban untuk menyadari bagaimana aktor-aktor jahat memanfaatkan platform kami," kata dia, "Kini kami bekerja keras untuk menetralkan risiko-risiko tersebut."
"Kami bertekad untuk melawan pengaruh-pengaruh negatif dan memastikan bahwa platform kami menjadi sumber kebaikan dalam demokrasi," imbuh Katie Harbath, kepala bidang politik global dan hubungan pemerintah Facebook.
Facebook sendiri, sudah mengakui bahwa agen-agen Rusia mengunggah 80.000 postingan yang berhasil menjangkau 125 juta orang di AS selama dua tahun jelang pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Donald Trump pada November 2016.
"Memang sangat mengerikan bahwa sebuah negara menggunakan platform kami untuk melancarkan sebuah perang siber yang bertujuan agar masyarakat terpecah-belah," tulis Chakrabarti.
"Ini adalah ancaman yang tak mudah kami prediksi, tetapi kami memang seharusnya bisa berusaha lebih baik. Kini waktunya kami menebus kesalahan," tutup dia.
Berita Terkait
-
Dokumen Internal Bocorkan Meta Raup Untung Besar dari Iklan Penipuan
-
Duet Ayah dan Anak di Pemilu: Sah secara Hukum, tapi Etiskah?
-
Membangun Proyeksi Demokrasi Indonesia, Mungkinkah?
-
Bahlil 'Dihujat' di Medsos, Waketum Golkar Idrus Marham: Paradoks Demokrasi
-
Satu Tahun Prabowo Gibran: Antara Kepuasan Publik dan Kegelisahan Kolektif
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
Terkini
-
Caviar Rilis iPhone 17 Pro Bitcoin Edition Berlapis Emas, Harga Tembus Rp 1,1 Miliar
-
Capcom Batalkan Resident Evil Requiem Mode Multiplayer, Ada Alasan Khusus
-
Warga Malaysia Bikin Geger di Apartemen Paris Gara-gara Durian, Netizen: Coba Goreng Ikan Asin
-
Spesifikasi Oppo Reno 15 Versi China: Pakai Dimensity 8450 dan Kamera 200 MP
-
Cara Menyembunyikan Aplikasi di iPhone, Lindungi Data Pribadi
-
Ponsel Misterius Realme Gunakan Dimensity 7400 Ada di Geekbench
-
5 Tablet dengan Kamera Depan 11 MP ke Atas, Selfie dan Video Call Jadi Lebih Jernih
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Poco F8 Pro dan F8 Ultra Rilis 26 November dari Bali, Kembaran Redmi K90
-
Sisternet Jadi Sorotan di W20 Summit Afrika Selatan, Indonesia Angkat Pemberdayaan Perempuan Digital