- Penerapan registrasi SIM berbasis biometrik wajah mulai 1 Januari 2026 berisiko, mitigasi pelanggaran privasi wajib disiapkan sebelum implementasi.
- Risiko utama data biometrik adalah ketidakmampuan penggantian seumur hidup jika terjadi kebocoran data pengguna.
- Kebijakan baru berpotensi mengabaikan kelompok rentan serta risiko penyalahgunaan data untuk pengawasan massal atau profiling.
Suara.com - Rencana pemerintah menerapkan registrasi SIM berbasis biometrik pengenalan wajah untuk pelanggan baru pada 1 Januari 2026 dinilai berisiko. Sebelum diterapkan sangat penting untuk menyiapkan mitigasi pelanggaran privasi yang sangat mungkin terjadi.
Komisioner Ombudsman RI 2016-2021, Alamsyah Saragih mengatakan setidaknya ada tiga risiko keamanan data dan pelanggaran privasi dalam kebijakan yang diumumkan pekan ini oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Alamsyah menjelaskan biometrik pengenalan wajah adalah bukan kata sandi atau password yang bisa dengan mudah diganti secara berkala. Sekali digunakan, maka data biometrik tersebut akan terus dipakai dan tak bisa diubah.
“Pertama biometrik bukan password yang bisa diganti. Jadi sekali dia masuk, tidak bisa diperbaiki, kemudian dia akan dipakai berkali-kali, itu ada resiko,” beber Alamsyah dalam diskusi bertajuk Registrasi Pelanggan Seluler Menggunakan Data Kependudukan Biometrik Face Recognition di kanal YouTube Kemkomdigi TV, Kamis (18/12/2025).
Konsekuensinya, lanjut Alamsyah, jika terjadi kebocoran risikonya akan sangat serius. Karena data biometrik tidak bisa diganti seperti ketika terjadi kebocoran data password atau kata sandi.
“Tapi kalau sidik jari dan face recognition, makanya seumur hidup data kita bisa dikumpulkan oleh orang lain,” ia mewanti-wanti.
Kedua, lanjut Alamsyah, penggunaan data biometrik berisiko mengabaikan kelompok-kelompok masyarakat rentan seperti mereka yang lanjut usia, difabel, pekerja informal hingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau 3T.
“Ada keterbatasan akses biometrik di wilayah-wilayah tertentu. Kalau ini tidak dimitigasi, ini akan jadi sumber keributan. Saya enggak membayangkan terjadi bencana, handphone hilang, mau register tercepat, orang terus kemudian harus pakai face recognition, sementara sistemnya belum jalan,” kata Alamsyah.
Terakhir adalah risiko penyimpangan misi (mission creep). Dalam skenario ini, data biometrik bisa disalahgunakan oleh pihak berwenang untuk pengawasan massal, seperti yang dilakukan di China. Ada juga potensi teknologi ini dimanfaatkan untuk profiling politik dan ekonomi, untuk kepentingan kampanye politik maupun ekonomi.
Baca Juga: Komdigi Libatkan Dukcapil-BSSN untuk Registrasi eSIM Pakai Data Biometrik
Dalam mission creep terdapat pembatasan independesi melalui penyalahgunaan algoritma (algorithm abuse). Dia menilai kini independensi telah dipengaruhi oleh algorithm abuse, bahkan beberapa literatur sudah menunjukkan, makin akurat registrasi dan secure, semakin besar peluangnya untuk pemanfaatan ini.
“Kita mau bikin registrasi itu bagus, tapi justru mempermudah perilaku-perilaku seperti ini. Dengan kata lain, registrasi yang akurat itu tidak cukup, dia harus disertai dengan kemampuan mengidentifikasi titik-titik rawannya dan memitigasi,” tutup Alamsyah.
Sebelumnya rencana pemerintah menggunakan registrasi SIM dengan data biometrik ini juga dikritik oleh praktisi hukum David M. L. Tobing. Ia menilai perlindungan data harus menjadi prioritas sebelum kebijakan diterapkan secara luas.
"Indonesia punya catatan panjang soal kebocoran data di berbagai platform digital," kata David dalam acara bertajuk “Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition” yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta pekan ini.
Dia mengungkapkan, semakin tingginya pengguna internet dan data seluler, yang seiring meningkatnya potensi kejahatan.
"Biometrik memang dibutuhkan tetapi kesiapan regulasi dan sistem harus benar-benar matang," tutup David.
Berita Terkait
-
Registrasi Kartu SIM Berbasis Biometrik Picu Kekhawatiran Keamanan Data Pribadi
-
Registrasi SIM Card Pakai Face Recognition Mulai 2026, Operator Seluler Klaim Siap Tempur
-
DPR 'Beri Dua Jempol' untuk Komdigi: 3,3 Juta Konten Judi Online Lenyap dari Internet RI
-
Phishing Makin Canggih, Biometrik dan Tanda Tangan Jadi Target!
-
Indosat dan Komdigi Perkuat Registrasi eSIM dengan Teknologi Biometrik
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Indosat Naikkan Kapasitas Jaringan 20%, Antisipasi Lonjakan Internet Akhir Tahun
-
Anugerah Diktisaintek 2025: Apresiasi untuk Kontributor Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
-
26 Kode Redeem FC Mobile 20 Desember 2025: Trik Refresh Gratis Dapat Pemain OVR 115 Tanpa Top Up
-
50 Kode Redeem FF 20 Desember 2025: Klaim Bundle Akhir Tahun dan Bocoran Mystery Shop
-
Imbas Krisis RAM, Berapa Harga iPhone 2026? Bakal Meroket, Ini Prediksinya
-
Mendagri Tito Viral Usai Komentari Bantuan Malaysia, Publik Negeri Jiran Kecewa
-
Panduan Mudah: Cara Memblokir dan Membuka Blokir Situs Internet di Firefox
-
Ponsel Murah Terancam Punah Tahun 2026, Apa itu Krisis RAM?
-
Fakta Unik Burung Walet Kelapa: Otot Sayap Tangguh bak Kawat, Mampu Terbang Nonstop Hingga 10 Bulan
-
Cara Tukar Poin SmartPoin Smartfren Jadi Pulsa